Studi terbaru tersebut dipimpin oleh para peneliti di otoritas penyakit menular top Denmark, Statens Serum Institut (SSI). Disebutkan, orang yang sempat terinfeksi varian Omicron BA.1 memang bisa terkena COVID-19 lagi dengan varian Omicron BA.2. Akan tetapi, hal tersebut terpantau jarang terjadi.
"Kami memberikan bukti bahwa reinfeksi Omicron BA.2 jarang terjadi tetapi dapat terjadi relatif segera setelah infeksi BA.1," kata penulis penelitian, dikutip dari Reuters, Selasa (23/2/2022).
Jika sebelumnya varian Omicron BA.1 diketahui menular dengan amat cepat bahkan mengalahkan kecepatan varian Delta, kini varian BA.2 dan BA.1 berbeda hingga 40 mutasi. Di Denmark, BA.2 sudah menyumbang lebih dari 88 persen kasus COVID-19. Peningkatan penularan BA.2 juga mulai terlihat di Inggris, Afrika Selatan, dan Norwegia.
Menurut peneliti, sebagian besar kasus infeksi ulang COVID-19 terjadi pada individu berusia muda yang tidak divaksinasi. Hingga kini, pasien dengan kasus reinfeksi relatif bergejala ringan, tidak ada kasus rawat inap dan kematian.
Sebelumnya, pada Selasa (15/2), peneliti di Jepang merilis hasil penelitian yang menyebut, BA.2 berpotensi lebih menyebabkan penyakit berat, serta bisa kabur dari imunitas vaksin COVID-19. Penelitian tersebut dilakukan terhadap kultur sel hewan.
Peneliti Jepang merekomendasikan BA.2 untuk diklasifikasikan Variant of Concern (VoC) yang terpisah. Namun, terdapat pakar lain yang meyakini hasil dari penelitian hewan di Jepang belum tentu relevan dengan manusia.
Simak Video 'Kabar Terbaru dari WHO Terkait Tingkat Keparahan Omicron BA.2':
(vyp/up)