Pandemi-Perang Pecah Bersamaan, Apa Dampaknya? Ini yang Terjadi 100 Tahun Lalu

Pandemi-Perang Pecah Bersamaan, Apa Dampaknya? Ini yang Terjadi 100 Tahun Lalu

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Minggu, 27 Feb 2022 20:46 WIB
Pandemi-Perang Pecah Bersamaan, Apa Dampaknya? Ini yang Terjadi 100 Tahun Lalu
Perang dan pandemi pecah bersamaan (Foto: AP Photo/Emilio Morenatti)
Jakarta -

Penyerangan Rusia ke Ukraina belum kunjung usai, perang kedua negara ini sudah memakan 198 korban tewas dengan ribuan luka-luka termasuk usia anak, dikutip dari Al Jazeera, Minggu (27/2/2022). Epidemiolog yang juga seorang peneliti global health security menyebut ini bukan kali pertama pandemi dan perang terjadi bersamaan.

"100 tahun lalu terjadi, waktu pandemi flu spanyol itu berbarengan dengan perang dunia pertama, dan dampak dari dua-duanya ini saling berkaitan. Perang menyebabkan pandemi memburuk dan pandemi juga menyebabkan perang itu sendiri menjadi dalam tanda kutip menghentikan perang," terangnya kepada detikcom Minggu (27/2/2022).

Dicky mengungkap banyak korban tentara yang akhirnya berjatuhan karena sakit dan meninggal. Jika membandingkan kondisi saat ini dengan peristiwa sebelumnya, menurut Dicky situasinya tak akan jauh berbeda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditambah lagi, baik Rusia dan Ukraina belum 'selesai' mengatasi pandemi COVID-19. Dicky melihat ada anomali pada kurva normal COVID-19 Rusia, pertanda tak ada transparansi data.

Jika perang terus berlanjut, Dicky menyebut mustahil keduanya bisa menjalani testing tracing dan treatment. Semua orang melupakan protokol kesehatan dan sibuk mencari tempat sembunyi yang aman, di tengah vaksinasi COVID-19 tak bisa berjalan.

ADVERTISEMENT

"Sehingga perang ini jelas akan sangat memperburuk karena jelas 3T-nya nggak mungkin dilaksanakan, gimana mau dilaksanakan, saat ini akses terhadap testingnya di Ukraina sudah sangat sulit," beber Dicky sembari menyoroti bahaya dari tertundanya vaksinasi.

"Sehingga hal yang buruk dari situasi ini adalah lahirnya varian baru yang atau varian rekombinan yang merugikan manusia secara umum sehingga apa yang harus kita sikapi? Adalah dunia dalam hal ini, dan khususnya Indonesia presiden G20 harus bersuara untuk meredakan situasi ini," pesan Dicky.




(naf/up)

Berita Terkait