Heboh Syarat Mudik Vs MotoGP Mandalika, Kemenkes Buka Suara

Heboh Syarat Mudik Vs MotoGP Mandalika, Kemenkes Buka Suara

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Kamis, 24 Mar 2022 17:36 WIB
Heboh Syarat Mudik Vs MotoGP Mandalika, Kemenkes Buka Suara
Foto: ANTARA FOTO/AHMAD SUBAIDI
Jakarta -

Belakangan netizen ramai membandingkan syarat mudik dan menonton MotoGP Mandalika. Menurut beberapa orang, pemerintah terkesan tidak adil mewajibkan vaksinasi booster bagi pemudik, saat penonton motoGP dibebaskan dari syarat terkait.

Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menekankan pertimbangan pemerintah melihat masifnya mobilitas di masa mudik. Hal ini tentu jauh berbeda dengan jumlah pergerakan saat agenda MotoGP Mandalika berlangsung.

"Ini adalah karena mudik itu mobilitas yang bersamaan, bukan berkerumun-nya," terang dr Nadia kepada detikcom Kamis (24/3/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini senada dengan pendapat pakar epidemiologi Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Simak ke halaman berikutnya alasan ke Mandalika tak butuh booster

Hal senada sebelumnya juga diutarakan pakar epidemiologi Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Sebagai ahli yang kerap memberikan masukan strategi respons COVID-19 terhadap pemerintah, ia menekankan risiko pemudik memicu penularan masif lebih tinggi ketimbang agenda MotoGP Mandalika.

ADVERTISEMENT

Berlangsungnya Grand Prix of Indonesia kala itu dihadiri sekitar 100 ribu penonton. Sementara total warga yang mudik diproyeksikan bakal jauh lebih tinggi.

"Gini, Mandalika tuh nggak ada artinya apa-apa, berapa orang sih ke sana? kan sedikit banget, kalau orang mudik itu kan masif, se-Indonesia, yang ke Mandalika kan cuma orang kaya saja semua ke sana, dan sudah divaksinasi lengkap," terang dia.

"Kedua yang mudik tuh semua usia, ketiga dia bersilaturahmi sama orang-orang tua. Risikonya lebih besar karena termasuk kelompok rentan," lanjut Pandu, saat dihubungi terpisah, Kamis (24/3/2022).

Meski begitu, ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menegaskan vaksinasi booster tetap harus dilaksanakan berdasarkan masa interval vaksin. Artinya, minimal tiga bulan dari mereka yang sudah divaksinasi lengkap.

"Jadi benar ya saya juga paham ini booster itu harus dilakukan secara adil. Dalam artian sudah waktunya dibooster, misalkan mau ditetapkan berapa, empat bulan pasca dosis kedua atau mau enam bulan, ya terserah pemerintah itu untuk kebaikan semua," terang Dicky.

Halaman 2 dari 2
(naf/kna)

Berita Terkait