Ikatan Dokter Indonesia (IDI) buka suara terkait kemungkinan adanya organisasi profesi dokter lain selain IDI. Pasalnya, hal ini malah hanya berisiko merugikan masyarakat.
Juru bicara Pengurus Besar IDI untuk sosialisasi hasil Muktamar IDI ke-31 Beni Satria menjelaskan, jika setidaknya ada lebih dari satu organisasi profesi dokter, ketentuan standar pelayanan dan pemantauan etika dokter juga menjadi tidak jelas.
Bisa saja yang bersangkutan bermasalah dalam kode etik dan pelayanan kesehatan lalu diproses di IDI, kemudian memilih mengikuti organisasi profesi dokter lain sehingga tetap bisa berpraktik. Padahal, praktiknya sudah jelas bermasalah dan bisa berbahaya bagi masyarakat karena tidak mengikuti kaidah klinis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebetulan saja sudah ada putusan MK No. 10 di PUU-XV/2017 persoalan terkait organisasi profesi tidak hanya diterjemahkan sebagai Ikatan Dokter Indonesia, tetapi di dalam UU praktik kedokteran No. 29 2004 di pasal 1 angka 12 jelas disebutkan organisasi profesi adalah ikatan dokter indonesia untuk dokter dan persatuan dokter gigi indonesia untuk gigi, itu UU," terang dia dalam konferensi pers Jumat (1/4/2022).
"Kalau ada organisasi profesi dokter selain IDI, ini kita khawatirkan ada dua standar etik pelayanan dokter, kalau dimungkinkan 3 profesi selain idi, maka dia akan pindah keanggotaannya menjadi b, atau dia akan pindah ke ikatan dokter yang C karena ada double standard yang dirugikan adalah masyarakat," sambungnya.
Beni khawatir hal ini malah akan memicu perpindahan organisasi profesi sebagai 'jalan pintas' praktik dokter yang bermasalah dan tak mematuhi aturan pelayanan sesuai standar dan sumpah dokter.
Alih-alih merugikan IDI, Beni menegaskan hal ini malah akan membahayakan keselamatan masyarakat.
"Yang dirugikan bukan organisasi profesi IDI, tetapi pasien masyarakat Indonesia. Dia akan berpindah, dipecat lagi dari idi, kemudian pindah ke IDI a ke IDI b dia akan tetap praktik," pungkas dia.
(naf/up)











































