Maaf, Studi Bawa Kabar Kurang Enak Bagi yang Divaksin Lengkap Sinovac

ADVERTISEMENT

Maaf, Studi Bawa Kabar Kurang Enak Bagi yang Divaksin Lengkap Sinovac

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Minggu, 17 Apr 2022 16:56 WIB
IPDN Kemendagri terus menggenjot vaksinasi booster diberbagai wilayah di Jawa Tengah. Kali ini digelar di lokasi wisata budaya Sam Poo Kong, Semarang.
Foto: Rachman_punyaFOTO
Jakarta -

Studi Singapura mengungkapkan bahwa penerima vaksin COVID-19 Sinovac lima kali lebih mungkin mengalami kasus parah COVID-19, dibandingkan mereka yang menerima vaksin Pfizer. Studi tersebut melibatkan 2,7 juta warga Singapura berusia 20 tahun ke atas yang menerima vaksin primer (dosis 1 dan 2) Sinovac buatan farmasi China.

Studi yang dimuat per Selasa (12/4) menganalisis efektivitas vaksin Sinovac selama tujuh minggu pada tahun 2021 di 1 Oktober hingga 21 November, ketika COVID-19 varian Delta tengah ngegas di Singapura.

Dikutip dari Channel News Asia, tim yang termasuk ahli penyakit menular dari Pusat Nasional untuk Penyakit Menular (NCID) dan Kementerian Kesehatan Singapura (MOH), menjelaskan bahwa efektivitas dari dua vaksin inactivated Sinovac dan Sinopharm terhadap infeksi COVID-19 relatif lebih rendah dibandingkan vaksin mRNA Pfizer-BioNTech dan Moderna.

Mereka yang menerima vaksin SInovac 4,59 kali lebih mungkin mengalami gejala parah COVID-19 dibandingkan dengan mereka yang menerima vaksin Pfizer-BioNTech. Bahkan, penerima Sinovac juga 2,37 kali lebih mungkin terinfeksi dibandingkan penerima vaksin Pfizer.

Penyakit atau gejala parah COVID-19 diartikan sebagai pasien yang membutuhkan suplementasi oksigen di rumah sakit, masuk unit perawatan intensif (ICU), hingga berisiko kematian.

Selain itu, temuan tersebut juga menunjukkan bahwa vaksin Moderna lebih efektif dalam mencegah penyakit parah dibandingkan dengan vaksin Pfizer-BioNTech.

Mereka yang menerima vaksin Moderna 0,42 kali lebih mungkin mengalami gejala COVID-19 yang parah daripada penerima Pfizer. Bahkan, disebut lebih kecil kemungkinannya untuk terinfeksi.

Berdasarkan laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, efektivitas yang lebih tinggi dari vaksin Moderna kemungkinan karena kandungan mRNA yang lebih tinggi dalam vaksin COVID-19 tersebut, serta interval waktu yang lebih lama antara suntikan.



Simak Video "Rekomendasi Baru WHO soal Vaksin Booster: Tak Wajib Bagi Orang Sehat"
[Gambas:Video 20detik]
(suc/naf)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT