Sebuah penelitian di Singapura melaporkan orang yang mendapatkan vaksin Sinovac hampir lima kali lebih mungkin mengalami gejala parah akibat COVID-19 daripada mereka yang menerima vaksin Pfizer.
Studi yang dipublikasikan pada Selasa (12 April), melibatkan sekitar 2,7 juta orang di Singapura berusia 20 tahun ke atas yang menerima dua dosis vaksin COVID-19 di bawah program vaksinasi nasional.
Dikutip dari CNA, tim peneliti termasuk ahli penyakit menular dari National Center for Infectious Diseases (NCID) dan Kementerian Kesehatan (MOH), mengamati efektivitas yang relatif lebih rendah dari dua vaksin berbasis inactivated, Sinovac dan Sinopharm, terhadap infeksi COVID-19 dibandingkan untuk vaksin mRNA, Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Penelitian tersebut menemukan mereka yang menerima vaksin Sinovac memiliki kemungkinan 4,59 kali lebih besar terkena COVID-19 parah dibandingkan dengan mereka yang menerima vaksin Pfizer-BioNTech. Pengguna Sinovac juga 2,37 kali lebih mungkin terinfeksi, dibandingkan dengan mereka yang menggunakan vaksin Pfizer-BioNTech.
"Individu yang divaksinasi dengan dua dosis vaksin virus utuh yang tidak aktif diamati memiliki perlindungan yang lebih rendah terhadap infeksi COVID-19 dibandingkan dengan mereka yang divaksinasi dengan vaksin mRNA," tulis penelitian tersebut.
Penyakit parah didefinisikan sebagai mereka yang membutuhkan suplementasi oksigen di rumah sakit, masuk unit perawatan intensif (ICU) atau kematian.
Simak Video "Dugaan Motif Ilmuwan Penemu Vaksin Covid-19 Dibunuh"
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)