COVID-19 di Seluruh Dunia Turun, Kok di China Malah Makin 'Ngegas'?

COVID-19 di Seluruh Dunia Turun, Kok di China Malah Makin 'Ngegas'?

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Senin, 25 Apr 2022 14:10 WIB
COVID-19 di Seluruh Dunia Turun, Kok di China Malah Makin Ngegas?
Corona di China kok makin 'ngegas'? (Foto: AP Photo/Ng Han Guan)
Jakarta -

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kasus COVID-19 secara global terus menurun sejak akhir Maret 2022. Pemantauan hingga 17 April 2022, ada lebih dari 5 juta kasus dan 18 ribu kematian yang dilaporkan di enam wilayah WHO, masing-masing menurun 24 persen dan 12 persen dibandingkan pekan sebelumnya.

Beberapa negara bahkan sudah mulai mencabut pembatasan COVID-19 termasuk Singapura. Negara tetangga Indonesia tersebut tak lagi mewajibkan pelancong melampirkan hasil tes COVID-19 negatif untuk masuk ke wilayahnya.

Namun, tren berbeda terlihat di China, khususnya Shanghai. Kota berpenduduk sekitar 25 juta orang tersebut tengah berada di bawah aturan karantina ketat, tetapi angka kematian COVID-19 dan pasien bergejala hingga kini masih meningkat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biang Kerok Lonjakan Kasus

Para ahli khawatir peningkatan kematian COVID-19 ini berkaitan dengan angka vaksinasi lansia yang rendah. Hingga Jumat pekan lalu, pejabat pemerintah Shanghai melaporkan hanya 52 persen dari 3,6 juta lansia 60 tahun ke atas yang sudah menerima vaksinasi lengkap.

ADVERTISEMENT

Sementara cakupan populasi lansia di atas 80 tahun jauh lebih rendah, hanya 15 persen yang divaksinasi dua dosis. Begitu juga dengan angka vaksinasi booster, hanya 38 persen lansia yang sudah disuntik dosis ketiga.

"Kematian yang dilaporkan dalam dua hari terakhir di Shanghai menyoroti bahaya yang mengintai, mengingat tingkat vaksinasi penduduk senior kota yang rendah," tutur Zhuang, ahli epidemiologi di China, dikutip dari Global Times.

Zhuang menyarankan pemerintah dapat menggelar kampanye untuk meredakan ketakutan akan vaksin dan menawarkan insentif untuk mendapatkan suntikan. Senada, epidemiolog Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia juga khawatir perkembangan COVID-19 di Shanghai bakal terus memburuk.

Pusat ekonomi di China tersebut dinilai Dicky masih dalam kondisi rawan karena banyak populasi lansia. Terlebih, ia menyoroti sejumlah penduduk yang sulit mendapatkan vaksin COVID-19 berbasis mRNA seperti Pfizer dan Moderna.

Dicky meyakini, ada kaitan di antara jenis vaksin COVID-19 yang banyak digunakan dengan lonjakan kasus. Vaksin mRNA di banyak studi terbukti lebih efektif dibandingkan inactivated vaccine.

"Itu artinya dalam konteks Shanghai-Beijing, ini yang menjadi masalah, karena bagaimanapun jenis vaksin mRNA yang digunakan kan terbatas sekali," terang Dicky saat dihubungi detikcom Senin (25/4/2022).

"Ditambah lagi penduduknya, karena menerapkan zero COVID-19 itu yang terpapar virus ini masih sedikit sekali, padahal kita tau orang yang sudah divaksin Sinovac dua kali kemudian terinfeksi, dia seperti mendapat booster penguat imunitas, walaupun itu tidak boleh jadi strategi," pungkas Dicky yang juga menjadi panel ahli WHO untuk COVID-19.

Halaman 2 dari 2
(naf/up)

Berita Terkait