.webp)
Pandemi COVID-19 meningkatkan kesadaran dunia tentang pentingnya inovasi di bidang kesehatan. Kemunculan penyakit pernapasan di akhir 2019 ini membuat peneliti di seluruh dunia berpacu dengan waktu untuk mengembangkan vaksin demi menyelamatkan banyak nyawa.
Peneliti di banyak negara mulai mengembangkan vaksin COVID-19 pada akhir 2022 dan sejak saat itu, inovasi vaksin COVID-19 terus dimulai hingga hari ini, termasuk di Indonesia.
Pengembangan vaksin besutan anak negeri terus didorong oleh banyak pihak dan diprakarsai oleh beberapa kementerian. Dari sekitar tujuh (7) kandidat vaksin Merah Putih, hanya satu yang baru masuk tahap uji klinis yakni besutan Universitas Airlangga, PT. Biotis Pharmaceuticals Indonesia dan RSUD Dr Soetomo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sedang menyiapkan volunteer untuk uji klinik fase 3 di akhir Mei 2022," kata Ketua Tim Peneliti vaksin Unair dan Biotis Prof Fedik Abdul Rantam saat dihubungi detikcom melalui pesan singkat, Selasa (17/5/2022).
Vaksin besutan Unair dan Biotis ini ditargetkan mendapatkan emergency use authorisation (EUA) pada bulan Agustus 2022. Sementara rencana produksi massalnya ditargetkan pada Juni-Juli 2022.
Lantas, bagaimana dengan pengembangan vaksin Merah Putih lainnya?
Berbicara dengan detikcom, peneliti vaksin Merah Putih Eijkman dan Bio Farma Prof Amin Soebandrio mengatakan peleburan Eijkman dengan BRIN membuat pengembangan vaksin yang ia mulai bersama banyak peneliti mengalami kendala yang cukup berarti.
Memang tak ada kendala dari segi teknis, sebab bibit vaksin yang dikembangkan dengan metode protein rekombinan sudah dalam proses peralihan ke industri, dalam hal ini Bio Farma. Namun yang terjadi adalah, banyak peneliti awal tak lagi bisa dipekerjakan karena mereka direkrut berdasarkan proyek (project-based).
"Untungnya Bio Farma bisa mengambil alih, termasuk ada satu peneliti kami bisa ditempatkan di sana, di Bandung, sedang dalam proses," kata Prof Amin.
NEXT: Kendala vaksin Merah Putih Eijkman
Kendala anggaran
Tak hanya soal logistik, infrastruktur, dan SDM. Proyek akbar Vaksin Merah Putih juga terkendala isu anggaran. Sejak awal 2021, tim Eijkman sudah memberikan proposal perencanaan dana dan usulan anggaran.
Hanya saja, sampai akhir 2021 tidak terealisasi karena berbagai alasan terkait dengan perubahan dan peleburan ke BRIN.
"Jadi praktis kegiatan pengembangan vaksin terhambat, walaupun kami beruntung proses ini sudah setengah jalan," beber Prof Amin.
Meski sudah setengah jalan, Prof Amin mengatakan perjalanan vaksin besutan anak bangsa ini akan sangat terjal demi mencapai status siap edar.
"Pasti mundur. Timeline awalnya itu pertengahan tahun ini tapi dengan kondisi sekarang, mundurnya cukup signifikan jadi mungkin baru tahun depan (siap edar)," katanya.
Namun ia cukup optimis pengembangan vaksin ini akan memberikan makna yang besar bagi bangsa, terutama dari sisi kemampuan Indonesia dalam mengembangkan vaksin. Hanya saja tetap butuh dukungan dan komitmen dari banyak pihak agar vaksin Merah Putih tidak dianggap 'produk gagal'.
"Dengan kondisi seperti ini, kita belajar juga. Sekarang ya kita bisa dibilang menguasai dan tahu dari nol itu seperti apa, seperti apa susahnya, apa yang dibutuhkan, sehingga nanti kalau terjadi pandemi lagi, mudah-mudahan tidak, maka kita sudah siap jadi tidak bergantung dengan impor," tandasnya.
