Fakta-fakta Corona RI Ngegas Lagi, Bakal Seperti Singapura?

Fakta-fakta Corona RI Ngegas Lagi, Bakal Seperti Singapura?

Rosiana Putri Muliandari - detikHealth
Jumat, 10 Jun 2022 06:30 WIB
Fakta-fakta Corona RI Ngegas Lagi, Bakal Seperti Singapura?
COVID-19 RI ngegas lagi (Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom)
Jakarta -

Selama tiga pekan terakhir, tren kasus COVID-19 Indonesia kembali naik. Dari grafik positif mingguan, kasus COVID-19, dari 22 Mei 2022, naik sebesar 31 persen.

"Menjadi perhatian bahwa terdapat kenaikan pada tren kasus positif selama tiga minggu terakhir, dan kasus aktif selama empat hari terakhir," ungkap Prof Wiku dalam konferensi pers, Rabu (8/6/2022).

Ia menjelaskan bahwa ada kenaikan kasus mingguan, dari 1.814 menjadi 2.385. Kasus aktif juga mengalami kenaikan 328 atau 10 persen dari kasus aktif tanggal 2 Juni 2022, yaitu 2.105 menjadi 3.433 kasus aktif harian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya itu, ada 5 provinsi Indonesia yang paling banyak menyumbang dalam kenaikan kasus ini yaitu DI Yogyakarta sebesar 45 persen, Banten 38 persen, Jawa Timur 37 persen, DKI Jakarta 30 persen, dan Jawa Barat 18 persen.

Dengan adanya kenaikan ini, apakah akan ada potensi lonjakan kasus? Atau risiko gelombang Omicron baru layaknya yang dialami Singapura? Berikut kata pakar.

ADVERTISEMENT

Apakah Akan Ada Lonjakan Kasus?

Masdalina Pane, seorang epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) menilai bahwa kenaikan kasus yang terjadi masih dapat dikatakan sebagai normal dan, dalam waktu dekat, tidak ada tanda-tanda potensi terjadinya lonjakan.

"Tidak ada lonjakan kasus terjadi menurut saya, hanya kenaikan normal dan masih terkendali," ujarnya saat dihubungi detikcom, Kamis (9/6/2022).

Meski begitu, ia mengatakan bahwa terjadi penurunan pelacakan atau tracing dan, seharusnya, kenaikan ini tetap diawasi dengan tracing, meskipun masih terkendali.

Masdalina juga mengingatkan masyarakat untuk tidak melonggarkan protokol kesehatan demi mencegah kenaikan, meski telah diperbolehkan untuk tidak pakai masker.

"Karena boleh nggak pakai masker bukan berarti semua dilepas, padahal ada syarat kondisinya bisa lepas masker tapi orang cuma anggapnya langsung lepas masker aja," jelasnya.
Mirip dengan pendapat Masdalina, Pandu Riono, selaku ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), mengatakan bahwa kenaikan kasus itu normal selama Keterisian Tempat Tidur (BOR) untuk COVID-19 masih rendah.

"Selama angka kematian dan hospitalisasi tidak naik maka penularan masih terkendali karena imunitas masih terjaga, tidak ada tandanya lonjakan," ungkapnya pada detikcom, Kamis (9/6).

NEXT: Apakah Akan Ada Gelombang Baru Seperti Singapura?

Apakah Akan Ada Gelombang Baru Seperti Singapura?

Baru-baru ini, Singapura tengah mewaspadai gelombang baru Omicron karena munculnya subvarian Omicron yaitu BA.4 dan BA.5.

Dicky Budiman, pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, berpendapat bahwa potensi gelombang baru seperti Singapura akan sulit dihindari jika Indonesia tidak memiliki 'modal kuat'.

"Kemungkinan gelombang khusus BA.4 BA.5 ini karena kita harus melihat landscape imunitas kita yg terbangun, dan ini tidak bisa hanya melihat dari (imunitas) yang sudah pernah terinfeksi, ini harus melihat pada status berapa orang yang sudah dibooster, dosis ketiga pesan pentingnya," tegas dia.

Modal yang ia maksud adalah vaksinasi booster yang, menurutnya, menjadi kriteria wajib vaksin lengkap di tengah era Omicron.

Dicky mengatakan bahwa kelompok rawan, seperti lansia, menjadi kelompok prioritas vaksinasi booster. Menurut perhitungannya, seharusnya, 70 persen dari populasi rawan dan 50 persen populasi umum Indonesia sudah harus divaksinasi booster.

"Jika itu terpenuhi, kondisi relatif aman, artinya potensi kematian, potensi orang masuk RS karena bergejala parah dan masuk ICU itu menjadi lebih kecil,"

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
[Gambas:Video 20detik]
(up/up)
A-Z Omicron BA.4-BA.5
50 Konten
Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 dituding sebagai salah satu faktor di balik kenaikan COVID-19 belakangan ini. Apa saja yang perlu diketahui?

Berita Terkait