Media sosial dibuat geger oleh konten perbincangan vulgar tentang pengalaman seks sekelompok wanita. Dalam video yang diunggah oleh akun YouTube Voox, sekelompok wanita membagikan pengalaman menjalin hubungan Friends with Benefits (FWB). Mereka mengklaim, video tersebut dibuat dengan tujuan edukasi seks. Namun kemudian kontennya dikritik keras oleh warganet lantaran dinilai secara gamblang membenarkan seks bebas.
Dalam unggahan pada Selasa (14/6/2022) di akun Instagram @voox, pihaknya meminta maaf atas konten yang sempat diklaimnya sebagai edukasi seks. Mereka mengakui, program bernama 'GirlClass' buatannya tersebut mengandung informasi berdampak buruk dari tema konten yang dibahas.
Menanggapi konten vulgar berkedok edukasi seks tersebut, pakar seks dr Boyke Dian Nugraha, SpOG, MARS menegaskan edukasi seks seharusnya diberikan oleh pakar yang memang menguasai ilmu terkait seks. Terutama, seks klinis yang menyangkut gangguan dan permasalahan seksual. Tak lain, mempertimbangkan aspek biologi, sosial, dan behaviour, klinis, dan budaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu adalah konten yang menjerumuskan. Kenapa? Seorang yang menjadi sex educator dia harus melihat latar belakang budaya yang mau diajarkan, harus melihat umurnya pantas atau nggak," ujarnya saat ditemui detikcom di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (16/6/2022).
"Kalau saya menceritakan seks yang benar kepada calon pengantin, it's okay. Tapi kan dia bercerita kepada remaja yang belum menikah, remaja, apalagi budaya kita memang tidak memperbolehkan perzinahan. Berarti kan dia ngaco ngajakin orang untuk melakukan perzinahan tanpa diberi tahu apa risikonya kalau dia melakukan seks bebas," sambung dr Boyke.
Lebih lanjut dr Boyke menegaskan, sekedar berbagi pengalaman seks tidak bisa digolongkan sebagai edukasi seks. Pasalnya, hal penting dalam pendidikan seks adalah bagaimana seseorang bisa melindungi diri, pasangan, serta organ reproduksi.
"Banyak orang mengedukasi seks hanya dari sisi enaknya. Dia tidak tahu bahwa melakukan seks bebas HIV/aids seperti apa, sampai meninggalnya atau kena kanker mulut rahim seperti apa pembiayaan dan sakitnya, atau seperti apa kalau harus aborsi, harus juga mengerti tanggung jawab mengurus anak tidak serampang yang mereka pikirkan," pungkasnya.
(vyp/up)











































