Hal itu disampaikan oleh epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Menurutnya, kemampuan BA.5 dalam menginfeksi sebetulnya sama dengan varian Delta, bahkan bisa lebih. Khususnya, ketika BA.5 menginfeksi orang-orang yang sama sekali tidak memiliki imunitas atau sudah mengalami penurunan imunitas terhadap virus Corona.
"Subvarian Omicron BA.5 ini perlu sangat diwaspadai karena kemampuan dia dalam menginfeksi dengan fusogenicity dan potensi keparahannya itu setidaknya sama dengan Delta atau bisa lebih, ketika dia berhadapan dengan orang yang tidak memiliki imunitas sama sekali atau menurun imunitasnya," terang Dicky kepada detikcom, Kamis (16/6/2022).
"Juga dia (BA.5) memiliki potensi dampak serius dalam jangka panjang untuk BA.5 ini. Juga diketahui dari data bahwa salah satu kenapa kita sangat mewaspadai BA.5 ini adalah kemampuannya dalam turunan subvarian dari Omicron ini merusak FC reseptor monosit dan juga berbagai sel T yang merupakan sel pertahanan itu meningkat," imbuhnya.
Hal lain yang disorot Dicky adalah kemampuan BA.5 menurunkan efektivitas obat antivirus. Menurutnya, mutasi baru virus Corona bukan hanya berpotensi memengaruhi penurunan efektivitas vaksin, melainkan juga obat-obatan. Walhasil, intervensi selain vaksin dan obat seperti penggunaan maker, pemberian vaksin COVID-19 booster, serta pembatasan aktivitas tatap muka perlu terus diupayakan.
"Dengan banyaknya mutasi yang dimiliki BA.5 ini berdampak pada penurunan efikasi obat antivirus yang saat ini kita gunakan. Walaupun tidak sama sekali benar-benar tidak efektif, tapi menurun," beber Dicky.
"Termasuk juga bicara proteksi dari berbagai vaksin. Ini yang artinya harus diwaspadai yang namanya merespons atau melihat potensi perburukan varian dan subvarian bukan hanya terhadap vaksin, tapi terhadap obat-obat yang ada. Bagaimana terhadap strategi intervensi kesehatan masyarakat yang ada," pungkasnya.
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
(vyp/up)