Baru-baru ini, muncul sekelompok dokter mengatasnamakan Forum Dokter Susah Praktik (FDSP). Koordinator FDSP, dr Yenni Tan, MARS, menyebut FDSP dibentuk secara spontan, berangkat dari ketakutan para dokter untuk bersuara lantaran khawatir akan dipecat IDI.
"Jadi ini bukan organisasi yah, kita forum spontan baru terbentuk untuk menyuarakan keresahan aspirasi dokter-dokter yang STR-nya mati tapi dipersulit, dan diaspora (dokter lulusan luar negeri/dari luar negeri) yang dipersulit buat adaptasi," bebernya kepada detikcom, Senin (20/6/2022).
"Jadi ini forum spontanitas, karena banyak yang tak berani bersuara takut dipecat IDI. Untungnya ada anak-anak muda dokter diaspora yang mau datang bersuara, saya mendampingi," imbuh dr Yenni.
Menanggapi itu, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI dr Adib Khumaidi menyebut sebenarnya sah-sah saja forum semacam FDSP dibentuk. Namun di samping itu ia berharap, para dokter anggota IDI bisa terus berfokus pada pengabdian dan pelayanan terhadap masyarakat.
"Pada prinsipnya, dalam iklim demokrasi sah-sah saja dan sudah sewajarnya kalaupun artinya legislatif juga menerima masukan dari masyarakat itu kan wajar-wajar saja," ujarnya ditemui detikcom di Sekretariat PB IDI Jakarta Pusat, Selasa (21/6).
"Tapi perlu saya sampaikan juga bahwa di dalam upaya saat ini dengan kondisi dinamika terjadi di kedokteran, dinamika kesehatan, tentunya kita juga menghindari dan berharap tidak ada kelompok-kelompok yang mengambil situasi ini untuk kepentingan tertentu," sambung dr Adib.
Seiring itu, salah satu keluhan FDSP kepada IDI yakni terkait calon dokter spesialis di rumah sakit atau residen seharusnya digaji. Menurut pihak FDSP, hal ini bertujuan menciptakan lingkungan persaingan yang ketat dan optimalisasi layanan untuk pasien.
"Kemudian jam kerja saat residensi harus diatur jelas supaya penanganan terhadap pasien itu optimal dan maksimal," beber salah satu perwakilan FDSP, dr Anthony, dalam siaran langsung pertemuan Komisi IX DPR RI dengan Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) dan FDSP, Senin (20/6).
"Setiap orang perlu mendapatkan waktu istirahat dan harus ada sanksi bila oknum yang melakukan eksploitasi sesama kolega. Harus ada organisasi, wadah, yang berfungsi baik bila terjadi penyimpangan dalam lapangan," pungkasnya.