Kementerian Kesehatan RI mencatat empat kasus Omicron BA.2.75 'Centaurus' yang ditemukan di Indonesia. Subvarian ini pertama kali diidentifikasi pada Minggu (17/7/2022). Disebut-sebut subvarian ini lebih menular dibandingkan strain aslinya BA.1.
Ahli virus dari Universitas Edinburgh, dr Eleanor Gaunt, juga menyebut subvarian "Centaurus' ini memiliki sifat yang sangat menular, sehingga berpotensi menjadi subvarian paling dominan di dunia tahun ini. Meski begitu, pihaknya masih belum bisa mematikan sebenarnya apa penyebab subvarian Omicron ini menjadi lebih menular dan dominan.
"Temuan kami terkait BA.2.75 baru ini adalah bahwa (subvarian Omicron) itu menyebar di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi, jadi tampaknya virus ini mampu menghadapi kekebalan yang sudah terbentuk sebelumnya," terang dr Gaunt, dikutip dari EuroNews, Sabtu (20/7/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para ahli menyoroti penularan BA.2.75 yang kini menyalip penyebaran BA.5 di India. Disebutkan juga subvarian 'Centaurus' ini berpotensi menjadi varian dominan di negara lainnya.
Menurutnya dr Gaunt, hal tersebut disebabkan oleh jumlah perubahan protein lonjakan, yakni protein pada permukaan virus yang membantunya memasuki sel.
"Itulah bagian dari virus yang dikenali oleh sistem kekebalan tubuh Anda," kata Gaunt.
"Ketika itu mengubah tampilannya, maka sistem kekebalan Anda kurang bisa mengenalinya. Ini pasti sesuatu yang terjadi di sini," sambungnya.
Lebih lanjut, dr Gaunt juga mengungkapkan terdapat bukti sebagian besar subvarian Omicron dapat menginfeksi orang-orang yang sudah pernah terpapar COVID-19 sebelumnya. Namun, kondisi tersebut masih bisa diantisipasi dengan penggunaan masker secara disiplin dibarengi pembatasan mobilitas.
"Jika Anda melihat infeksi ulang, kemungkinan infeksi ulang secara klinis tidak terlalu parah. Virus ini tidak akan kemana-mana. Orang-orang akan terinfeksi ulang," pungkasnya.
(suc/naf)











































