Saat ini muncul tren baru di dunia kerja yaitu 'quiet quitting'. Istilah ini berarti seseorang mengambil jarak dengan pekerjaannya dan memberikan prioritas lebih banyak pada kehidupan pribadi. Orang ini hanya mengerjakan apa yang ditugaskan, menyelesaikannya tepat waktu, dan tidak menerima lembur.
Tren ini menjadi pilihan bagi para pekerja yang merasa jenuh dengan lingkungan kerjanya tetapi enggan untuk berhenti kerja. Ada berbagai macam pandangan yang berbeda tentang quiet quitting, seperti berikut:
1. Quiet Quitting untuk Mental Health
Nessa, seorang pegawai yang sudah bekerja selama 5 tahun di salah satu perkantoran di Jakarta Pusat mengaku melakukan 'kerja seperlunya' untuk menjaga kondisi mentalnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalo gue kerja seperlunya, maksudnya gue melakukan pekerjaan gue dengan penuh tanggung jawab tapi hanya sebatas ketika jam kerja. Lebih dari jam atau hari kerja, ya gue fokus sama diri gue. Work-life balance haruslah untuk kesehatan gue juga," ujarnya kepada detikcom, Jumat (2/9/2022).
Wanita 27 tahun ini mengaku dulunya adalah 'penggila' kerja tapi seiring berjalannya waktu, ia sadar hal itu tidak baik untuk dirinya di masa depan. Akhirnya ia memutuskan untuk membatasi dirinya dengan pekerjaan.
"Jujur gue dulu pernah hustle culture tapi karena gue takut banget kena tegur dan menurut gue saat itu, gue udah keterima kerja jadi gue harus lakuin yang terbaik. Tapi ternyata justru gue ngerasa toxic sama diri gue sendiri, di saat tubuh gue pengen istirahat, gue maksa untuk tetep kerja," ungkapnya.
"Sampai suatu titik gue sadar, gue terlalu fokus sama pekerjaan gue dan itu nggak bagus buat mental gue kalo tetep dilakuin. Jadi gue mencoba membatasi pekerjaan-pekerjaan gue dan beberapa kali lebih fokus sama keinginan gue. Ya hasilnya, gue jalanin hidup lebih ringan dan happy dari sebelumnya,"
2. Quiet Quitting dengan 'Mencuri' Waktu Kerja
Ghenes menjadi salah satu orang yang mengaku melakukan quiet quitting dengan mengulur waktu kerja agar tidak menerima pekerjaan yang lebih banyak.
"Kalo gue kan udah tau nih kapan aja gue diberikan yang tergolong berat, banyak, dan kejar tayang banget tuh jadi harus cepet-cepet, itu biasanya di hari pas gue senggang, gue lama-lamain kerjaan gue. Jadi gue bisa istirahat nutup rasa capek gue pas kejar tayang itu," katanya kepada detikcom, Kamis (1/9/2022).
Meski begitu, ia tetap melakukan pekerjaan yang diberikan untuk mencapai target tertentu dan menganggap dirinya memiliki tanggung jawab yang besar atas pekerjaan tersebut. Hal ini membuatnya 'curi-curi' waktu kerja dengan dengerin lagu atau nonton film.
"Jadi menurut gue karena gue punya tanggung jawab yang besar sama pekerjaan ini, gue curi-curi waktu dengan nonton film atau dengerin lagu itu udah sangat membantu gue dari beban pekerjaan gue sih," ucapnya.
Wanita 22 tahun ini mengaku tidak bisa meninggalkan pekerjaan tersebut karena dirinya akan merasa tidak tenang jika pekerjaan yang dimiliki belum seutuhnya selesai.
"Kenapa gue lebih milih untuk tetep ngelakuin pekerjaan gue daripada gue me time itu karena gue tipikal orang yang kalau pekerjaan belum kelar itu ketar-ketir walaupun emang gue pengen tenang," jelasnya.
NEXT: Ambil cuti lalu berlibur
3. Quiet Quitting dengan Meninggalkan Sejenak Urusan Kantor
Chris membagikan pengalamannya melakukan quiet quitting dengan menyendiri ketika ia sedang tidak dalam suasana yang baik untuk bekerja. Beberapa kali ia mengambil cuti dan saat itu ia memblokir semua urusan kantor.
"Saat nggak mood kerja aku lebih memilih menyendiri dulu beberapa saat menenangkan hati dan suasana, lalu aku baru kembali bekerja, tapi tetap dalam jam kerja yg sesuai dan tidak terlalu lama. Beberapa kali aku mengambil cuti atau libur dan saat itu aku memblokir semua urusan kantoran karena tujuan aku liburan itu untuk meninggalkan kerjaan sejenak, jika ada yang tertinggal aku bisa back up di kemudian hari," ungkapnya kepada detikcom (2/9/2022).
Pria yang sudah bekerja hampir 5 tahun itu mengungkapkan salah satu alasannya memblokir semua urusan kantor ketika kerja karena adanya kekecewaan dan merasa terganggu serta tidak bisa menikmati hari liburnya.
"Cuman kalo kecewa jelas iya dalam kerjaan kantoran banyak banget hal-hal yang kurang berkenan, entah itu aturannya, lingkungannya bahkan rekan atau atasan, 1 pengalaman aku ketika cuti di telpon tiap jam nanyain soal kerjaan pengurusan klaim asuransi, di situ aku merasa terganggu karena pada intinya aku sedang cuti sementara PIC lain penggantiku ada, dan kenapa harus aku. Hal itu sangat mengganggu jadi di berikutnya aku mutusin seperti itu memblokir semua urusan kantor," curhatnya.
4. Quiet Quitting dengan Liburan
Dita, seorang karyawan yang bekerja di bidang Food and Beverage mengungkapkan caranya untuk membatasi dirinya dengan pekerjaan adalah dengan mengambil waktu libur.
"Gue pernah quiet quitting, dulu karena gue nggak bisa ambil cuti dan masuk terus akhirnya saya memberanikan diri untuk minta libur sabtu atau minggu, biar ada waktu sama keluarga juga. Saat itu gue langsung membatasi diri gue dari hal-hal kantor tiap gue libur," jelasnya kepada detikcom, Kamis (1/9/2022).
Wanita 23 tahun ini sempat bekerja di salah satu kedai cepat saji di daerah Jakarta Selatan, ketika itu ia merasa dirinya tidak dihargai dan diperlakukan secara tidak baik. Hal ini membuatnya harus membatasi diri dengan pekerjaannya.
"Waktu itu pernah melakukan pekerjaan yang menurut gue cukup berat dilakuin perempuan ya, kayak angkat kardus minuman yang nggak cuma satu atau dua. Gue harus bolak-balik ke gudang untuk ambil barang yang nggak sedikit, itu gue lakukan sekitar 3 bulan pertama," ucapnya.
NEXT: Plus minus tren 'kerja seperlunya' ala Quiet Quitting menurut psikolog
Di sisi lain, psikolog klinis dan Co-Founder Ohana Space Veronica Adesla, menyebut quiet quitting memang bisa membantu untuk mengurangi burnout sehingga tercipta suasana kerja yang sehat. Namun, jika tidak diterapkan secara bijak justru dapat mengganggu karier seseorang
"Apabila quite quitting diartikan sebagai membatasi diri hanya untuk melakukan pekerjaan yang menjadi jobdesknya tanpa mau mengembangkan diri lebih, belajar hal baru, dan terlibat lebih ataupun memberikan kontribusi lebih untuk perusahaan melalui ide-ide pemikiran maupun peningkatan kompetensi yang dimiliki maka hal ini dapat berdampak pada kariernya dalam jangka panjang," ucapnya kepada detikcom, Kamis (1/9/2022)











































