Sederet Pemeriksaan Agar Ibu Hamil Tak Tularkan HIV ke Anak dan Pasangan

Ulasan Khusus

Sederet Pemeriksaan Agar Ibu Hamil Tak Tularkan HIV ke Anak dan Pasangan

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Minggu, 04 Sep 2022 10:05 WIB
Sederet Pemeriksaan Agar Ibu Hamil Tak Tularkan HIV ke Anak dan Pasangan
Ibu hamil positif HIV. (Foto: Rachman_punyaFOTO)
Jakarta -

Infeksi HIV (human immunodeficiency virus) tak menyurutkan semangat para perempuan ini untuk memiliki keturunan. Meski begitu, mereka melakukan berbagai upaya pencegahan agar tidak menularkan virus itu pada anaknya.

Salah seorang di antaranya adalah M (31) yang memutuskan ingin memiliki anak setelah pada 2019 dinyatakan positif HIV. Meski begitu, M tidak ingin suaminya yang berstatus negatif HIV tertular karena berhubungan intim dengannya tanpa menggunakan pengaman.

"Aku konsultasi sama dokter, aku ingin punya anak bisa atau nggak. Kata dokter bisa, tapi harus memastikan viral load dan CD4 dalam keadaan aman," kata M pada detikcom di Bandung, Kamis (1/9/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waktu itu agak takut, karena nggak mau menularkan virus (ke suami). Jadi, harus tes viral load dan CD4. Jika hasilnya bagus, itu boleh melakukan hubungan tanpa pengaman kalau ingin punya anak," sambungnya.

Dikutip dari Mayo Clinic, CD4 atau cluster differentiation 4 merupakan komponen sel darah putih pembentuk sistem kekebalan tubuh, yang secara spesifik ditarget dan dirusak oleh HIV. Meski tak bergejala, pengidap HIV umumnya mengalami penurunan kadar CD4.

ADVERTISEMENT

Sejak awal dinyatakan positif, M selalu rutin mengkonsumsi obat yang biasa dilakukannya malam hari. Hal ini dilakukan agar tidak menularkan virus itu pada suaminya.

Bahkan M selalu memastikan kondisinya dalam keadaan fit saat ingin berhubungan intim dengan suami. Meski sang suami merasa tidak masalah jika dirinya terinfeksi juga.

"Saat viral load aku tinggi dan CD4 rendah, aku jarang berhubungan, jadi diatur. Kayaknya imun aku lagi bagus nih, ya sudah nggak pakai pengaman," bebernya.

"Kalau aku lagi sakit, aku nggak berani. Meski misalnya suami bilang nggak apa-apa kalau dia positif. Tapi masa dua-duanya sakit. Jadi aku bilang ke suami, sudah biar aku saja, kamu dijaga (kesehatannya)," lanjut M.

Selama masa kehamilan ini, M juga tidak pernah terlewat untuk minum obat seperti anjuran dokter. Ia juga menjaga pola hidup sehat, dengan rutin makan buah, sayur, hingga tidur yang cukup, dan menjalani program PPIA (program penularan HIV dari ibu ke anak).

"Setelah tahu aku hamil, aku langsung mulai program PPIA (program penularan HIV dari ibu ke anak)," kata M.

Seperti M, ibu hamil lainnya, H (37) juga tidak pernah terlewat untuk mengkonsumsi obat. Ia mulai mengkonsumsi obat empat bulan setelah dinyatakan positif HIV di tahun 2016 lalu.

Di usia kandungannya yang sudah delapan bulan, H mulai berkonsultasi ke dokter. Ia juga melakukan konsultasi kehamilan di posyandu dengan posisi sang bidan yang memeriksanya sudah mengetahui statusnya yang positif HIV.

"Saya juga ke posyandu, bidannya juga sudah open jadi mudah-mudahan dia mau imunisasi jadi nggak perlu ke rumah sakit. Karena kebanyakan bidannya takut karena tahu anak dari ibu positif HIV," jelas H yang ditemui detikcom, Jumat (2/9/2022).

"Tapi, karena setiap bulan ke posyandu, kebetulan mama juga kader di sana, jadi ke posyandu iya untuk pemeriksaan dan ke rumah sakit juga iya buat tindakan (persalinan)," lanjutnya.

NEXT: Pencegahan setelah anak lahir.

H merasa harus sejak dini ke posyandu, karena nantinya sang anak akan rutin ke sana untuk imunisasi. Meski si anak belum bisa diberikan imunisasi BCG karena harus menunggu hasil pemeriksaan anak.

Di rumah sakit, H mulai diberikan imbauan terkait sejumlah penanganan pasca persalinan. Nantinya, sang anak akan dilakukan pemeriksaan PCR yang disebut Early Infant Diagnosis (EID) dan pemberian obat profilaksis HIV selama dua minggu untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

"Kalau nanti (saat bayi lahir) pakai EID untuk mengecek RNA-nya dua kali, yaitu pada saat usia bayi 2 minggu sama 6 bulan. Kalau rapid yang antibodi itu nanti saat anak sudah 18 bulan," tutur H.

"Untuk profilaksis, kemungkinan hanya diberikan 2 minggu saja setelah bayi lahir karena anak tidak akan diberikan ASI," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(sao/up)

Berita Terkait