Hingga kini, tidak ada penjelasan dari Istana Buckingham terkait penyebab spesifik kematian Ratu Elizabeth II. Namun begitu, sejumlah praktisi medis menyoroti kemungkinan ada banyak faktor penyebab penurunan kesehatan Sang Ratu.
Diketahui, Ratu Elizabeth II meninggal dunia pada usia 96 tahun di Balmoral, kediaman musim panasnya di Skotlandia, pada 8 September. Dalam pernyataannya, Istana Buckingham melaporkan Sang Ratu meninggal dengan damai.
Beberapa tahun sebelum kematiannya, praktisi medis menyoroti kondisi Sang Ratu memenuhi kriteria medis Inggris untuk digolongkan sebagai 'sindrom geriatri'. Disebutkan, kondisi Sang Ratu masuk ke dalam kasus khas pada indeks kasus kerapuhan (frailty) Inggris, digunakan untuk melacak secara sistematis orang-orang berusia di atas 15 tahun, serta diperlukan atau tidaknya intervensi medis.
"Istilah 'sindrom geriatri' digunakan untuk menggambarkan fitur unik dari kondisi kesehatan umum pada orang tua yang tidak sesuai dengan kategori penyakit tertentu," terang pihak National Health Service (NHS) Inggris, dikutip dari 7News, Rabu (14/9/2022).
"Frailty adalah sindrom medis dengan banyak penyebab dan kontributor yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan, daya tahan, dan berkurangnya fungsi fisiologis yang meningkatkan kerentanan individu untuk muncul ketergantungan atau kematian yang meningkat," sambungnya.
NHS Inggris menggunakan tes yang dikenal sebagai Prisma-7, yakni indikator kelemahan dari tujuh kriterianya. Tercatat, Ratu memenuhi lima kategori yaitu berusia di atas 85 tahun, memiliki masalah kesehatan berkelanjutan, membutuhkan bantuan rutin, harus membatalkan kegiatan dan menggunakan tongkat.
Rasa Kesepian
dr Ginni Mansberg menyebut, terdapat kemungkinan wafatnya Ratu Elizabeth II tidak terlepas dari rasa kesepian dan sakit hati atas kematian Pangeran Philip. Pasalnya, kematian Philip berimbas pada menurunnya kondisi kesehatan Ratu Elizabeth II yang terus memburuk.
"Dia kehilangan suaminya selama bertahun-tahun. Secara statistik, jumlah pasangan yang meninggal dalam waktu dua belas bulan setelah kehilangan pasangan, itu adalah waktu yang berisiko sangat tinggi," katanya.
"Kesedihan menambah beban pada tubuh, dan sangat sulit untuk kehilangan seseorang yang telah Anda nikahi selama itu, di atas segalanya, di atas usia pertengahan 90-an," sambung dr Mansberg.