Ngetren Quiet Firing, Harus Apa JIka Diam-diam Dipaksa Resign?

Ngetren Quiet Firing, Harus Apa JIka Diam-diam Dipaksa Resign?

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Minggu, 18 Sep 2022 10:00 WIB
Ngetren Quiet Firing, Harus Apa JIka Diam-diam Dipaksa Resign?
Ilustrasi quiet firing atau dipecat diam-diam. (Foto: Thinkstock)
Jakarta -

Istilah quiet firing belakangan menjadi tren baru yang marak dibahas. Berdasarkan jajak pendapat di Linked In pada lebih dari 200 ribu responden, 48 persen di antaranya menyebut quiet firing terjadi di lingkungan pekerjaan mereka.

Quiet firing dikaitkan dengan atasan yang diam-diam memecat seseorang, atau secara halus memaksa karyawan untuk resign. Sejumlah tanda seseorang mengalami quiet firing seperti tidak ada kejelasan promosi dan naik gaji selama bertahun-tahun, atasan kerap menghindari obrolan, karyawan sering tidak diberikan peluang pengembangan karier, hingga kerap diperlakukan berbeda dengan karyawan lain.

"Ini sangat bagus untuk perusahaan," jelas pakar human resources Bonnie Dilber dalam sebuah postingan Linked In.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Akhirnya Anda akan merasa sangat tidak kompeten, terisolasi, dan tidak dihargai sehingga Anda akan mencari pekerjaan baru, dan mereka tidak pernah harus berurusan dengan rencana pengembangan atau menawarkan pesangon. Atau kinerja Anda akan cukup tergelincir karena kurangnya dukungan sehingga mereka dapat membiarkan Anda pergi."

Bagaimana jika mengalami quiet firing?

ADVERTISEMENT

Dikutip dari Metro UK, terkadang ada atasan atau perusahaan yang tidak menyadari tindakan quiet firing, tetapi beberapa yang lain mungkin menyadari tindakan ini. Hal ini bisa berdampak negatif pada karyawan dan memberikan reputasi buruk pada perusahaan.

Buat jurnal

Seseorang yang mungkin mengalami quiet firing disarankan untuk membuat jurnal kerja. Jurnal tidak hanya diisi dengan sejumlah tugas atau pekerjaan yang diberikan atasan, melainkan kemungkinan adanya perasaan merasa tidak dihargai, dikucilkan, atau tidak disukai oleh atasan.

Mulailah untuk mencatat setiap keluhan tersebut untuk nantinya didiskusikan dengan atasan.

Diskusi dengan atasan

Jangan membiarkan terlalu lama berada di kondisi quiet firing, cobalah untuk segera mengkomunikasikan kekhawatiran, dengan berdiskusi mengenai solusi dari perilaku atasan yang dinilai quiet firing.

"Seorang manajer yang baik tahu bahwa karyawan yang bahagia adalah karyawan yang akan berupaya memperbaiki masalah ini untuk membantu membuat pengalaman kerja lebih positif," pesan pakar.

NEXT: Quiet firing dinilai toxic.

"Quiet firing adalah ketika seorang pemimpin mencoba mendorong karyawan resign dari perusahaan, dengan membuat tempat kerja menjadi sangat toxic sehingga membuat orang tersebut ingin pergi, dengan menggunakan taktik yang menurunkan harga diri, menjatuhkan kepercayaan diri," ujar Cara de Lange, pakar burnout internasional dan pendiri serta CEO Softer Success.

Sikap toxic yang disebut Cara meliputi intimidasi di tempat kerja, permainan kekuasaan yang tidak nyaman, ekspresi kemarahan yang tidak pantas, atau dapat muncul dengan cara yang lebih halus seperti karyawan jarang mendapat feedback positif hingga tidak ada obrolan tentang kemajuan karier.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video: Rencana Denmark Batasi Medsos untuk Anak di Bawah 15 Tahun"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)

Berita Terkait