BPOM-Kemenkes Bicara Gagal Ginjal, Tanggapi Kritik Pedas Siti Fadilah Supari

ADVERTISEMENT

Round Up

BPOM-Kemenkes Bicara Gagal Ginjal, Tanggapi Kritik Pedas Siti Fadilah Supari

Alethea Pricila - detikHealth
Jumat, 28 Okt 2022 05:30 WIB
Eks Menkes Siti Fadilah Divonis 4 Tahun Penjara 

Eks Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (16/6/2017). Hakim memutuskan Siti terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat kesehatan tahun 2005 dan menerima duit gratifikasi.
Siti divonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta, subsider 2 bulan kurungan. Agung Pambudhy/Detikcom.
Eks Menkes Siti Fadilah Supari (Foto: Agung Pambudhy/ detikcom)
Jakarta -

Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari turut bersuara soal cemaran etilen glikol dan dietilen glikol yang ada dalam obat sirup yang diyakini sebagai pemicu ratusan anak mengidap gagal ginjal akut misterius hingga meninggal dunia. Ia menyebut ada kesalahan dalam tata kelola yang membuat pemerintah 'kebobolan'.

"Ada pengakuan BPOM bahwa dia tidak pernah memeriksa kadar yang disebut tercemar kalau lebih dari 0,1 persen, menurut farmakope, lah kalau satu kemasan obat itu kemudian kita tidak tahu mengandung EG dan DEG berapa, ya kita juga bisa nyalahin dia dong," tutur Siti dalam diskusi daring Gelora TV, Rabu (26/10/2022).

Menurutnya, hal ini berdampak pada banyak sektor termasuk sejumlah industri farmasi yang rugi lantaran adanya larangan sementara obat sirup. Siti juga ikut menanyakan sejumlah perusahaan obat di Indonesia yang akan disanksi pidana oleh BPOM RI.

"Akibatnya juga kan berdampak ke ekonomi dan kemudian ada yang dipolisikan, tersangka, ini sebenarnya bukan begitu, ini yang terjadi adalah tata kelola kita memang begitu," bebernya.

"Zaman saya dulu masih nurut, BPOM RI belum kapitalis, belum liberalis, kenapa setelah saya selesai menjadi Menkes ada perubahan yang terjadi di BPOM RI? Dengan liberalisasi," lanjut Siti.

Tak hanya itu, Siti juga menuding perubahan BPOM RI ini terjadi karena hanya menjadi tempat registrasi obat dan tidak benar-benar memantau atau menguji bahan baku obat. Ia juga berpendapat BPOM RI hanya memverifikasi keamanan obat saat ditemukan masalah.

"Dulu kalau daftar obat di BPOM, BPOM meneliti itu, BPOM RI punya laboratorium yang lengkap tapi karena perubahan, sehingga Indonesia harus masuk ke pasar bebas, akibatnya apa? BPOM RI hanya untuk registrasi saja, BPOM RI harus nurut saja dengan apa yang tertera publisitas-publisitas yang meregister ke tempatnya," pungkas dia.

Terkait kasus gagal ginjal akut misterius, menurut Siti pemerintah 'kebobolan' karena adanya masalah dalam sistem, tidak mengacu pada kesalahan satu pihak baik Kemenkes RI hingga BPOM.

BPOM RI Buka Suara

Terkait tudingan yang diucapkan Eks Menkes mengenai pengawalan yang lemah, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM RI) Penny K Lukito membantah hal itu dan memastikan telah melakukan proses pengawalan sangat ketat.

"Ada penggiringan terhadap BPOM RI yang tidak melakukan pengawasan secara ketat itu karena tidak memahami saja proses jalur masuknya bahan baku, pembuatan. karena dalam sistem jaminan mutu, bukan hanya ada BPOM RI," jelas Penny dalam konferensi pers, Kamis (27/10/2022).

Ia menjelaskan BPOM telah melakukan pengawasan produk obat berdasarkan Farmakope Indonesia sedangkan bahan baku yang pharmaceutical grade yang masuk kategori larangan dan pembatasan atau lartas juga turut diawasi BPOM.

"Namun untuk pelarut PG (propilen glikol) dan PEG (polietilen glikol), itu diimpor namun masuknya ke non lartas sehingga masuknya ke Kementerian Perdagangan. Bersama-sama dengan bahan kimia yang non pharmaceutical lainnya, sehingga Badan POM tidak bisa melakukan verifikasi terkait hal tersebut," jelas Penny.

Penny menyebut bahan baku yang masuk tidak melalui surat keterangan impor (SKI) BPOM. Padahal seharusnya bahan baku yang masuk harus melalui surat izin BPOM.

"Bahan baku yang masuk bukan kendali BPOM. Bukan karena BPOM tidak mau mengendalikan, aturan yang ada sekarang masuk melalui sistem yang bukan melalui SKI BPOM. Padahal harusnya melalui SKI BPOM, karena itu digunakan harus pharmaceutical grade kalau mau dijadikan bahan baku, bahan tambahan untuk produksi obat," ungkapnya.

Hingga kini, Ia menyebut penggunaan bahan baku yang ada dalam obat sedang dalam proses penelusuran dan pengujian oleh BPOM.

"Bisa jadi salah satu kemungkinan sumber bahan baku pelarut malah tidak menggunakan polietilen glikol, malah menggunakan cemaran EG dan DEG yang menjadi pelarutnya, mengingat bahwa begitu tingginya hasil analisa yang kami dapatkan pada produk yang tidak memenuhi syarat tersebut," kata dia.

"Sedang dalam proses penelusuran, kemudian kemana lagi bahan pelarut tersebut diedarkan dan digunakan di mana lagi bahan pelarut berbahaya tersebut yang seharusnya tidak digunakan," sambungnya.

NEXT: Bantahan Kemenkes



Simak Video "Kemenkes Tanggapi Pernyataan Siti Fadilah Supari Soal Penyebab Gagal Ginjal Akut"
[Gambas:Video 20detik]

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT