Kisah seorang ibu bernama Safitri (42) yang kehilangan anaknya, PB (8), akibat gagal ginjal akut. Adapun kondisi tersebut dialami sang anak usai meminum salah satu obat sirup produksi PT Afi Farma.
Wanita berdomisili Bogor ini menceritakan awal mula sang anak didiagnosis gagal ginjal. Gejala awal yang dirasakan adalah demam tinggi tanpa disertai batuk.
Pada saat demam tersebut, Safitri mengaku hanya memberikan sejumlah perawatan alami, seperti memberikan air putih, menggantikan baju, dan sebagainya. Sayang, perawatan yang dilakukan tersebut tak mempan dan sang anak tetak demam sampai 40,5 derajat celcius.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di tanggal 24 September, karena masih demam, saya bawa ke dokter dan demamnya sudah 40,5 dan harus mengonsumsi obat," ucapnya saat ditemui di Jakarta Selatan, Jumat (18/11/2022).
Safitri pun langsung membawa sang anak ke salah satu klinik terdekat. Saat itu, sang anak diberikan obat tablet yang dipuyerkan. Setelah diberikan obat, kondisi sang anak pun mulai membaik.
"Pada tanggal 25 September itu turun demamnya, jadi saya pikir sudah selesai. tapi pada hari Senin pagi tanggal 26 September demamnya kembali naik. Kami bawa lagi ke dokter," sambungnya lagi.
Lantaran demam kembali dialami sang anak, Safitri memutuskan untuk membawanya ke salah satu rumah sakit swasta. Pada saat dicek di laboratorium, trombosit sang anak tercatat sekitar 160 ribu. Dokter menduga PB mengalami tanda-tanda demam berdarah.
"Saya minta diresepkan lagi seperti multivitamin untuk menaikan trombositnya. Di situ kami pulang karena tidak ada gejala gawat pada anak saya. Itu di situ dia masih bisa makan, minum, BAK, tidak ada dehidrasi, muntah-muntah, dan diare, semuanya normal. Tapi saat 24 jam, kami cek lab. Tanggal 27 kami balik lagi, cek lab anak kami trombositnya naik, tapi glukosanya naik," tuturnya lagi.
Rupanya pada tanggal 26 September, sang anak diberikan obat sirup. Adapun obat sirup tersebut merupakan produksi dari PT Afi Farma, salah satu produsen yang kini menjadi tersangka.
"Setelah diberikan obat sirup tanggal 26, pada tanggal 27 diganti semua obatnya, kembali sediaan tablet. Jadi hanya satu kali saja anak saya dikasih obat sirup. Tanggal 28 stabil tidak ada demam kembali," tutur Safitri.
"Tanggal 29 kembali demam, jadi kami putuskan bawa ke cek lab dan ke IGD, trombositnya kembali turun, dan leukositnya naik terus, bahkan sampai sudah perawatan di RSCM leukositnya 50 ribu," sambung dia.
Dikatakan Safitri, sang anak sempat dinyatakan mengalami MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome Children, suatu sindrom (sekumpulan tanda dan gejala penyakit) lantaran leukositnya mencapai 50 ribu. Dari situlah sang anak mulai mengalami penurunan buang air kecil.
Alhasil pun sang anak kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
"Setelah itu seminggu di rumah sakit swasta sebelumnya itu kondisi memburuk, penurunan kesadaran, dan tidak pipis, sehingga dinyatakan penurunan fungsi ginjal," imbuhnya lagi.
Safitri juga menyebut, sang anak sempat menjalani hemodialisis atau cuci darah sebanyak dua kali namun tak membuahkan hasil.
"Jadi tanggal 5 itu anak saya sudah dijadwalkan HD yang pertama. Meski ada penurunan kesadaran, anak saya masih pada fase responsive pain. Jadi masih bisa bilang mau muntah, mual, sakit, cabut, lepas," tuturnya lagi.
"Setelah itu, anak saya masih ada respons kaki setiap interval 5 menit. Setelah itu, anak saya benar-benar tidak sadar sampai waktu berpulangnya," pungkasnya.
Simak Video "Video: BPOM Minta Tambahan Anggaran Rp 2,6 T, Tak Mau Kasus Gagal Ginjal Akut Terulang"
[Gambas:Video 20detik]
(suc/naf)











































