Masyarakat masih sering menganggap pengobatan tradisional merupakan hal kuno, bahkan mistis. Seringkali mereka mempertanyakan efektivitas pengobatan tradisional.
Bahkan, beberapa di antara mereka meyakini pengobatan tradisional hanya berdasarkan keyakinan masyarakat 'kolot'.
"Selama ini orang-orang ngiranya 'ah itu cuma kepercayaan saja,'" ungkap Ketua PPTI Alifati Tofinashri ditemui tim detikcom di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/11/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Alifati mengaku banyak masyarakat yang belum mengetahui jika pengobatan tradisional (batra) memiliki pendidikan dan lisensi resmi seperti tenaga kesehatan (nakes) lainnya. Padahal, pendidikan resmi terkait battra sudah ada di Indonesia sejak 2005.
"Bapak Ibu yang tadi (Anggota Komisi IX DPR RI), tuh baru sadar 'oh sudah ada' pendidikannya di Indonesia," ujar Alifati.
"Setelah UNAIR, menyusul (prodi battra) dari Poltekkes Solo, dari IIK Kediri, gitu," lanjutnya.
NEXT: Battra Punya STR dan SIP
Battra Punya STR dan SIP
Seperti nakes lainnya, nakes tradisional (nakestrad) juga memiliki lisensi resmi seperti Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Alifati menuturkan, lisensi tersebut merupakan pembeda antara battra resmi dan battra yang merupakan praktik gaib (dukun).
"SIP dari Pemda, STR dari konsil," tutur Alifati.
Konsil Tenaga Kesehatan Tradisional di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 17 tahun 2021 tentang Nakestrad Interkontinental. Organisasi profesi yang membidangi kestra selain PPTI dan PPTII yaitu PP Kestrajamnas.
"Kami berusaha bersama-sama bagaimana caranya memasyarakatkan lagi kesehatan nasional," pungkas Alifati.











































