Negara Asia seperti Jepang dan China dibuat pusing lantaran warganya tidak ingin menikah dan memiliki anak. Fenomena 'resesi seks' ini muncul sejalan dengan tingkat populasi dan kelahiran baru di negara tersebut menurun drastis.
Jepang, misalnya, angka kelahiran di Jepang pada 2022 kurang dari 800 ribu. Selama ini, Jepang merupakan negara dengan populasi terbesar bagi lansia kedua di dunia setelah negara kecil Monaco.
Artinya, jika populasi terus menua maka tidak ada yang mendukung kebutuhan para lansia tersebut. Menurut Perdana Menteri Jepang Fushio Kishida, ini merupakan masalah yang harus diselesaikan sekarang atau tidak sama sekali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak adalah masalah yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda," ujar Kishida.
Resesi seks tidak hanya terjadi di Jepang. Sejumlah negara seperti China, Korea Selatan, dan Singapura mengalami hal yang sama.
China, yang saat ini jumlah populasinya kedua terbanyak di dunia pun dilanda kekhawatiran yang sama. Kebijakan 'one child policy' atau satu anak cukup yang dilenggangkan pemerintah China ternyata berdampak cukup besar pada penurunan angka kelahiran.
Pemicu menyusutnya populasi di China disebut lantaran ada ketidakseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan. Di beberapa kelompok umur, sekarang ada lebih dari 11 laki-laki untuk setiap 10 perempuan.
Beberapa survei mengungkap para wanita di China kini menganggap jumlah ideal memiliki anak adalah satu atau tidak sama sekali. Keengganan mereka memiliki anak juga diperparah dengan kebijakan lockdown selama pandemi COVID-19 lantaran ada pembatasan.
Next: Situasi di Indonesia
Kondisi krisis angka kelahiran di Indonesia dipastikan belum terjadi. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo, SpOG, menyebut Indonesia masih jauh dari kondisi resesi seks.
Di Indonesia, dalam setahun ada 4,8 juta bayi lahir. Dari 2 juta orang menikah dalam setahun, sekitar 1,6 juta di antaranya hamil di tahun pertama pernikahan. Dari sanalah ia yakin, Indonesia jauh dari kemungkinan merosot jumlah populasi imbas warga ogah berhubungan seks dan punya anak.
"99 persen pasangan kalau ditanya apakah mereka mau punya anak, 99 persen semua mau punya anak. Jadi di Indonesia pernikahan itu prokreasi," jelas dr Hasto saat ditemui detikcom di Gedung BKKBN, Jakarta Timur, Rabu (25/1/2023).
Di Indonesia, angka kelahiran yang terdata dalam Total Fertility Rate (TFR) atau jumlah rata-rata anak yang akan dilahirkan dari wanita selama masa suburnya masih di rentang aman. Pertumbuhan populasi atau TFR berada di kisaran 2,1, artinya rata-rata perempuan hanya praktis melahirkan 1 anak perempuan.
"Sehingga pas sekali bahwa 1 perempuan meninggal digantikan 1 perempuan lahir sehingga nanti akan berkesinambungan sustainability-nya terjaga, tetapi penduduk masih tambah karena kematiannya lebih rendah daripada pertambahannya," ujar dia.











































