Verrell Bramasta dilarikan ke rumah sakit. Dalam unggahan Instagram Story miliknya, Verrell mengaku terkena Bali Belly saat liburan di Bali.
"Bali belly," tulisnya dalam caption Instagram Story seperti yang dilihat detikcom, Kamis (2/2/2023).
Sejauh ini, belum diketahui pasti penyebab dari kondisi Bali Belly yang dialami Verrell. Namun, kondisi ini kerap dikaitkan dengan konsumsi makanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Itu Bali Belly?
Dikutip dari Puri Medical Clinic, secara harfiah Bali Belly berasal dari bahasa Inggris yang berarti 'Perut Bali'. Istilah ini kerap digunakan untuk menggambarkan gejala keracunan makanan, seperti diare atau muntah.
Tak hanya itu, gejala yang muncul dari kondisi ini juga disertai dengan nafsu makan hilang, perut kembung, demam, hingga kram perut.
Biasanya kondisi Bali Belly ini disebabkan oleh virus yang ada pada makanan dan air yang terkontaminasi. Dari hasil identifikasi, virus yang paling banyak menyebabkan kejadian seperti ini adalah Rotavirus dan Norovirus.
Selain itu, bisa juga disebabkan infeksi bakteri E.coli, Salmonella, hingga Campylobacter yang bisa mencemari makanan.
Kondisi ini kerap dialami wisatawan yang berkunjung ke Bali. Selain Bali Belly, ada juga istilah lain yang memiliki arti serupa, seperti Delhi Belly atau Montezuma's Revenge.
Gejala Bali Belly
Founder Femma sekaligus dokter di Australia Dr Emma Rees, menuturkan Bali Belly disebabkan oleh bakteri yang tertelan dari makanan atau air yang terkontaminasi. Gejala Bali Belly bisa sampai lima hari.
"Anda mungkin mengalami diare, sakit perut, keringat panas dan dingin, serta nyeri sendi," kata Rees yang dikutip dari NZ Herald, Kamis (2/2).
"Sakit kepala juga merupakan gejala yang mungkin terjadi dan ini dapat mengindikasikan dehidrasi yang merupakan risiko klinis utama diare saat bepergian," lanjutnya.
NEXT: Penyakit yang Cukup Umum
Penyakit yang Cukup Umum
Menurut Dr Rees, penyakit Bali Belly atau diare pelancong ini merupakan penyakit yang sangat umum. Kondisi ini dialami sekitar setengah atau sepertiga turis.
Pada tahun 2022, tim medis dari perusahaan asuransi perjalanan Cover-More telah membantu 1.174 turis asal Australia yang terkena gastroenteritis, yang 112 di antaranya berasal dari Bali. Jumlah ini lebih rendah dari yang terjadi pada tahun 2016 yakni sebanyak 1.457 turis Australia.
Kasus yang terjadi berbeda-beda, dengan beberapa lebih parah yang mungkin memerlukan perawatan medis atau rawat inap, pembatalan, dan biaya akomodasi tambahan.
"Pada tahun 2022, biaya 1.174 kasus medis lebih dari USD 3,5 juta, rata-rata sekitar USD 3.000 per kasus, dibandingkan dengan USD 400, lebih dari dua kali lipat. Jadi, sangat penting untuk memiliki asuransi perjalanan yang baik untuk menutupi pengeluaran yang tidak direncanakan dan menyakitkan ini," kata direktur pelaksana Asuransi Perjalanan Cover-More, Todd Nelson.
"Dan sementara jumlah kasus keracunan makanan lebih rendah dari 2016, kemungkinan itu merupakan kombinasi dari jumlah pelancong yang lebih rendah dan kebiasaan kebersihan pribadi yang lebih baik akibat COVID dan mudah-mudahan, peningkatan dalam praktik penanganan makanan," kata Nelson.
Nelson menyebut, kasus gastroenteritis di Indonesia tidak terlalu tinggi. Tidak menutup kemungkinan, turis-turis bisa terkena keracunan makanan di negara lain seperti Thailand, Spanyol, Amerika Serikat (AS), dan Kanada.
Terjadi di Banyak Negara
Dokter dari Cover-More, Dr Stephen Rashford, kasus diare pelancong yang tinggi terjadi di Peru. Penyakit gastroenteritis itu justru meningkat empat kali lipat di negara tersebut.
"Peru secara konsisten dinilai sebagai negara yang paling mungkin terkena penyakit gastroenteritis, dengan rata-rata 2 persen pelancong setiap tahun membuat klaim kasus," jelas Rashford.
Kondisi ini sering terjadi pada pelancong, khususnya di negara-negara seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Maka dari itu, disarankan untuk memastikan bahwa air yang diminum sudah disaring, direbus, atau dibotolkan.
"Hindari es karena ini bisa dibuat dari air yang terkontaminasi, begitu juga salad dan buah mungkin sudah dicuci dengan air yang terkontaminasi," kata Dr Rees.
"Jika bisa, cuci ulang barang-barang tersebut dengan air kemasan atau air yang disaring. Hindari prasmanan dengan makanan yang diletakkan di luar dalam kondisi sedang karena makanan dapat menghangat hingga suhu yang optimal bagi bakteri untuk bereplikasi. Pastikan Anda makan dan minum di tempat yang memiliki reputasi baik," lanjutnya.
NEXT: Bagaimana Mengatasi Bali Belly?
Bagaimana untuk Menyembuhkan Bali Belly?
Dr Rees mengungkapkan orang-orang yang mengalami gejala Bali Belly untuk beristirahat, minum secara teratur, dan memastikan air yang digunakan atau dikonsumsi bersih. Jika gejala yang dialami berkembang, seperti nyeri hingga muncul darah pada feses, disarankan untuk segera memeriksakannya ke dokter.
"Ada baiknya memastikan Anda memiliki asuransi perjalanan untuk menutupi biaya medis lokal jika diperlukan. Jika Anda tidak bisa mendapatkan cairan, Anda juga perlu menemui seorang profesional medis," kata Dr Rees.
"Kita juga harus memastikan bahwa antusiasme kita untuk mengalami tempat dan budaya yang berbeda tidak membuat kita melupakan kebersihan tangan dan risiko infeksi bakteri dengan praktik kebersihan makanan yang berbeda," pungkasnya.











































