Sulitnya Mendeteksi Kanker pada Anak, Disangka DBD Tak Tahunya Leukemia

Hari Kanker Anak

Sulitnya Mendeteksi Kanker pada Anak, Disangka DBD Tak Tahunya Leukemia

Charina Elliani - detikHealth
Jumat, 10 Feb 2023 08:15 WIB
Sulitnya Mendeteksi Kanker pada Anak, Disangka DBD Tak Tahunya Leukemia
Deteksi dini kanker anak seringkali tak mudah dilakukan (Foto: Getty Images/iStockphoto/phongphan5922)
Jakarta -

Tak hanya menyerang orang dewasa, kanker juga seringkali menyerang anak-anak. Sama seperti kanker pada umumnya, kanker pada anak memerlukan deteksi dini untuk mengoptimalkan proses pengobatannya.

Mirisnya, penanganan kanker anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia masih jauh dari ideal. Masih terdapat sejumlah tantangan dalam deteksi kanker, khususnya deteksi kanker pada anak sejak dini.

"Itu pasti harus ada pemeriksaan penuhnya. Banyak sekali keganasan pada anak itu yang gejalanya itu konvensional, entah itu disangka meningitis kah, misalkan infeksi biasa atau TBC. Itu memang harus jeli-jelinya kita dalam mendiagnosis, kita singkirkan dulu yang paling berat, baru kita pikirkan yang ringan," jelas dr Haridini Intan Setiawati, SpA(K), dokter spesialis anak konsultan hematologi onkologi RS Kanker Dharmais, ketika ditemui detikcom, Kamis (2/2/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai contoh, dr Haridini menyinggung leukemia yang kerap rancu dengan gejala demam berdarah dengue (DBD). Selain sama-sama ditandai dengan trombosit rendah disertai bintik kemerahan, kedua penyakit ini juga sama-sama bikin anak tampak pucat.

Menurut dr Haridini, angka kesintasan atau kesembuhan pada pasien stadium dini hingga stadium 2 masih tergolong cukup tinggi, mencapai angka 85 persen. Namun, bila pasien datang pada stadium lanjut, stadium 3 hingga 4, maka potensi kesembuhannya juga turut menurun.

ADVERTISEMENT

Hingga saat ini memang masih belum diketahui secara pasti apa saja faktor penyebab kanker pada anak. Meski ada sejumlah dugaan, penelitian yang ada sejauh ini belum memberikan hasil yang konklusif.

"Di buku ajar ada yang bilang (penyebabnya) sutet, tapi setelah diteliti bukan. Ada yg bilang masih mungkin ibunya menyemir rambut saat hamil, itu bukan. Nggak ada pembuktian secara jelas. Kalo secara genetik kuat itu masih mungkin (kena kanker)," tuturnya.

Terlepas dari penyebabnya, dr Haridini tetap menekankan pentingnya menjaga gaya hidup yang sehat dan memenuhi vaksinasi bagi anak.

"Makanan sehat harus seimbang gizinya, terutama untuk anak karena ada proses tumbuh kembang. Begitu anak asupannya nggak betul akan jadi stunting, jadi pendek. Tidak bisa anak dikasih makan lalu selesai. Bedanya anak dan dewasa itu," jelas dr Haridini.

"Tetep anak harus sehat, harus vaksinasi untuk menjaga vaskularisasinya bagus," lanjutnya.

Lebih lanjut, dr Haridini mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap gejala-gejala konvensional yang dialami anak. Hal ini penting untuk dilakukan agar kanker dapat segera terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat.

"Intinya masyarakat kita harus ngerti. Meleknya jangan cuma hukum doang, kesehatan juga. Melek kesehatan penting," pesan Haridini.

"Sosialisasi itu kita berusaha terus menerus, supaya pasien gak datang dalam keadaan sudah jelek, sudah telat," ucapnya.




(up/up)
Hari Kanker Anak Internasional 2023
19 Konten
Hari kanker anak sedunia atau hari kanker anak internasional diperingati setiap tanggal 15 Februari. Leukemia, osteosarkoma, dan retinoblastoma termasuk jenis kanker yang paling sering ditemukan pada anak.

Berita Terkait