Lika-liku Pengobatan Kanker Anak di Indonesia, Obat dan Tenaga Ahli Terbatas

Hari Kanker Anak

Lika-liku Pengobatan Kanker Anak di Indonesia, Obat dan Tenaga Ahli Terbatas

Celine Kurnia, Charina Elliani - detikHealth
Rabu, 15 Feb 2023 07:48 WIB
Lika-liku Pengobatan Kanker Anak di Indonesia, Obat dan Tenaga Ahli Terbatas
Hari kanker anak sedunia diperingati setiap tanggal 15 Februari ( Foto: Getty Images/iStockphoto/Choreograph)
Jakarta -

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terkait deteksi dan penanganan kanker anak di Indonesia. Terkesan, penyakit ini belum menjadi prioritas dan belum mendapat perhatian banyak orang karena jumlah kasusnya yang masih tergolong 'sedikit' dibanding kanker pada orang dewasa.

Memang sih, tidak sebanyak kanker pada orang dewasa. Tapi apa iya kasusnya nggak banyak?

Ratio yang seringkali digunakan untuk menggambarkan kondisi kanker anak adalah di antara satu juta anak, diperkirakan terdapat 120 anak pengidap kanker setiap tahunnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa dibayangin coba. Kalo di Jakarta ini saja kita asumsikan penduduknya 12 juta, anaknya ada 4 juta. Anaknya 4 juta, lalu yang sakit kanker ada 480 anak setiap tahun kasus barunya. Apakah itu sedikit? 'Kan gak juga, banyak gitu," ucap Ira Soelistyo, pendiri dari Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia kepada detikcom, Kamis (9/2/2023).

Menanggapi permasalahan kanker anak di Indonesia, dr Haridini Intan Setiawati, SpA(K), konsultan hematologi onkologi anak di RS Kanker Dharmais, menyoroti sistem pendataan kasus kanker anak di Indonesia yang masih perlu banyak pembenahan.

ADVERTISEMENT

"Kita belum punya data. Kita harus tetap harus punya registrasi. Saya memang pernah belajar di Kanada, registrasi mereka itu dari tahun 70 itu bagus. Sanking bagusnya sampai mereka punya data third malignancy, sampai ketiga," kata dr Haridini ketika ditemui detikcom, Kamis (2/2/2023).

Di samping itu, jumlah ahli kanker anak di Indonesia pun dinilainya masih sedikit. Jelas, hal ini turut berdampak pada terbatasnya juga fasilitas layanan kanker yang tersedia.

"Untuk ahli kanker anak masih sedikit. Saya bisa sebut kurang lebih 83. Jadi kita memang harus banyak yang mau belajar kanker pada anak," kata dr Haridini.

"Karena saya di Manado, yang ada di sini hanya kemoterapi. Kalau di Manado baru ada kemoterapi, kalau untuk ditambah terapi yang lain dirujuk ke Jakarta," ucap Maylan, salah satu orang tua dari pengidap kanker anak, kepada detikcom, Senin (13/2/2023).

Ahli kanker dan fasilitas kesehatan yang tidak merata menjadi salah satu hambatan dalam proses pengobatan kanker anak di Indonesia. Tak berhenti di situ, ketersediaan obat-obatan juga menjadi permasalahan yang tak kunjung terselesaikan.

Sabrina Alvie Amelia, seorang penyintas kanker anak Leukemia, membagikan kisah perjuangan keluarganya ketika mengalami kesulitan mendapat suatu obat untuk kemoterapi di tahun 2000-an.

"Kebetulan ayahku di Jogja nggak nemu. Sampai dia nyari di Jateng, apotek, rumah sakit, dan lain-lain. Soalnya kalau kemo itu 'kan ada jadwalnya. Tiap minggu harus masuk obat apa. Ada schedule ketat jadi nggak bisa mundur beberapa lama karena akan mengulang dari awal. Makanya pas itu di Yogya lagi habis atau langka obatnya. Sampai akhirnya nemu di daerah Jawa Tengah," cerita Alvie.

Ira, sebagai salah satu dari sekian banyak orang tua pengidap kanker anak di Indonesia juga merasakan kesulitan yang sama dalam mendapatkan obat yang dibutuhkan dalam proses pengobatan anaknya.

"Kalau negara turun tangan dalam arti memfasilitasi nggak akan susah (didapat) seperti itu. Sudah dari zaman anak saya berobat tahun 1983 sampai sekarang. Putus-putus (distribusinya)," katanya.

Di luar pengalaman para penyintas dan orang tua, para dokter spesialis kanker juga turut merasakan kesulitan itu.

"Ketersediaan stok obat juga sulit karena termasuk obat-obatan yg mahal dan spesifik. Tidak semua rumah sakit punya," ujar dr Yogi Prabowo, SpOT(K) Onk, dokter spesialis ortopedi dan traumatologi serta konsultan onkologi ortopedi di RSCM, ketika ditemui oleh detikcom, Rabu (1/2/2023).

Tak hanya dr Yogi, Prof dr Rita Sita Sitorus, PhD, SpM(K), seorang dokter spesialis mata anak di Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM juga mengeluhkan hal serupa.

"Beberapa jenis (pengobatan) saat ini di Indonesia bisa, tapi beberapa jenis sayangnya belum," ucap Prof Rita.

"Salah satu terobosan yang dilakukan RSCM saat ini, jadi teknik pengobatan ini Intra-arterial chemoteraphy (IAC) dan disuntikkan dalam bola mata adalah terobosan baru yang dilakukan oleh rumah sakit ini. Dulunya kita tidak bisa, setiap pasien tertentu tidak bisa kita lakukan. Terpaksa dikirim ke luar negeri, (ke) Amerika, Itali, Barcelona. Tapi 'kan masa dikirim semua? Biayanya dari mana? Kalau yang mampu ya bisa, kalau yang ga mampu gimana, masa mau didiemin? Makanya kita akhirnya buat terobosan itu, yang pertama nih di Indonesia di RSCM ini. Tapi obatnya tidak ada," tuturnya ketika ditemui detikcom di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2023).

Upaya Kemenkes Mengatasinya

Menanggapi berbagai macam persoalan kanker anak yang ada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) dr Eva Susanti angkat bicara.

Ia mengatakan bahwa saat ini, Kementerian Kesehatan sedang melakukan transformasi di enam pilar, termasuk transformasi layanan primer dan transformasi layanan rujukan di mana adanya peningkatan akses dan mutu layanan sekunder dan tersier termasuk kanker.

"Untuk layanan kanker saat ini sudah terdapat 10 rumah sakit paripurna, 9 rumah sakit utama, dan 75 rumah sakit madya. Kemudian pada tahun 2024 diharapkan juga layanan pengampuan kanker ini dapat bertambah menjadi sekitar 23 rumah sakit paripurna, 34 rumah sakit utama, dan 42 rumah sakit madya," jelas Eva ketika dihubungi detikcom, Selasa (14/2/2023).

Lebih lanjut, pemerintah juga saat ini telah mengupayakan transformasi tenaga kesehatan untuk memastikan bahwa kanker anak dapat tertangani dengan baik dan merata.

"Jadi kita menyiapkan SDM-SDM yang akan kita butuhkan. Jadi bisa diberikan dengan beasiswa spesialis atau ditingkatkan dengan program fellowship. Di samping itu kita juga melakukan pelatihan kepada nakes kita secara keutuhan, mulai dari dokter hingga tenaga kesehatan. Jadi semuanya kita latih untuk menyiapkan SDM yang lebih baik," tuturnya.

Selain itu, Kementerian Kesehatan dalam rangka peringatan Hari Kanker Anak Sedunia juga meluncurkan buku pedoman yang ditujukan untuk para tenaga kesehatan agar dapat melakukan deteksi dini pada kanker anak.

NEXT: Pendataan kasus dan distribusi obat-obatan kanker anak

Terkait sistem pendataan kasus kanker anak di Indonesia, Eva mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang mengupayakan yang terbaik dengan membentuk aplikasi untuk pendataan kasus nasional secara lebih terintegrasi.

"Kami ada namanya Satu Sehat Indonesia, di aplikasi itu salah satunya akan tercatat seluruh penyakit kanker atau penyakit lain secara terintegrasi. Jadi bisa dilihat secara real time perubahan angkanya, per seluruh kabupaten kota dan seluruh provinsi di Indonesia. Jadi pemantauannya lebih gampang," jelas Eva.

"Memang sistemnya sedang kita perkuat, sedang kita berjalan, karena teman-teman kabupaten 'kan juga akan menginput begitu banyaknya kasus dalam satu aplikasi. Jadi ini memang sedang berjalan dan perbaikan terus-menerus agar hasilnya lebih baik," lanjutnya.

Menanggapi kesulitan dalam mendapatkan obat-obatan yang dibutuhkan dalam pengobatan kanker anak, Eva mengakui hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab bersama antara industri farmasi, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan sendiri, dan pemerintah daerah juga pihak swasta.

Ia mengharapkan pandemi COVID-19 bisa menjadi pembelajaran bahwa Indonesia membutuhkan industri farmasi yang lebih baik ke depannya.

"Pemerintah mendorong pihak industri farmasi Indonesia agar mampu memproduksi obat-obatan kanker agar menjaga ketersediaannya di pasaran dan mendistribusi secara merata di seluruh rumah sakit pemerintah dan swasta yang memberikan layanan kanker," ucapnya.

Eva juga menjelaskan bahwa Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menyusun Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), termasuk di dalamnya obat kanker, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan untuk menjamin ketersediaan obat yang lebih merata dan terjangkau.

"Obat esensial ini adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, ini bisa mencakup upaya diagnosis, kemudian juga kompilasi, terapi, dan rehabilitasi. Yang diupayakan ini tersedia di pusat-pusat kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya," jelas Eva lebih lanjut.

"Kita akan mengejar lebih cepat. Sekarang alatnya sudah kita penuhi, alat deteksi dini di level puskesmas, nakesnya sudah kita latih, lalu rumah sakit pengampuannya sudah kita tingkatkan, sudah dibuat SK-nya. Jadi tinggal pelaksanaannya sehingga pelaporannya lebih baik. Di samping itu industri farmasi juga kita upayakan," tutupnya.

Tanya jawab seputar kanker pada anak dapat disimak dalam webinar series Hari Kanker Anak Internasional 2023, Rabu 15 Februari 2023 pukul 13.00 WIB melalui tautan berikut: https://www.detik.com/harikankeranak.

Halaman 2 dari 2
(up/up)
Hari Kanker Anak Internasional 2023
19 Konten
Hari kanker anak sedunia atau hari kanker anak internasional diperingati setiap tanggal 15 Februari. Leukemia, osteosarkoma, dan retinoblastoma termasuk jenis kanker yang paling sering ditemukan pada anak.

Berita Terkait