Awal pekan ini, publik dihebohkan dengan pengobatan alternatif ala Ida Dayak yang disebut mampu menyembuhkan berbagai penyakit mulai dari stroke hingga patah tulang. Dalam video yang beredar, Ida Dayak terlihat memperbaiki tangan yang bengkok.
Ratusan warga rela mengantre di GOR Kostrad, Kecamatan Cilodong, Depok pada Senin (3/4/2023). Namun, praktik Ida Dayak akhirnya dibatalkan lantaran massa membludak.
Sebelum Ida Dayak, ada sejumlah fenomena pengobatan alternatif yang sempat ramai peminat seperti Ponari, Ningsih Tinampih, hingga Cimande. Berikut adalah kemungkinan penyebabnya:
1. Fasilitas Kesehatan Kurang Memadai
Menurut pengamat masalah kesehatan Griffith University dr Dicky Budiman, MSc,PH tingginya minat pada pengobatan semacam ini bukan hanya ada di Indonesia dan sering dilaporkan di sejumlah negara berkembang. Salah satu alasannya yaitu fasilitas kesehatan belum memadai.
"Jadi banyak orang di negara berkembang nggak punya akses kepada fasilitas kesehatan yang modern karena keterbatasan infrastruktur, jalan jauh, dan alatnya juga terbatas," terang dia saat dihubungi detikcom.
2. Biaya Pengobatan Mahal
dr Dicky menyoroti masalah biaya pelayanan kesehatan yang hanya dapat diakses oleh kalangan-kalangan tertentu. Di tengah tingginya tingkat pengangguran, dr Dicky menyebut banyak keluarga yang memilih pengobatan dengan biaya yang lebih murah.
3. Keterbatasan Jumlah Tenaga Medis
dr Dicky juga menyebut keterbatasan jumlah tenaga medis sebagai penyebab utama banyak pasien yang terpaksa berobat ke terapi alternatif tradisional. Alhasil, mereka menjadikan pengobatan alternatif sebagai satu-satunya harapan agar bisa segera sembuh.
"Tenaga medis profesional yang terbatas, beda dengan di kota besar bahkan ada sub spesialis kan, banyak, sehingga akhirnya tradisional atau spiritual medicine ini menjadi hanya satu-satunya pilihan yang ada di daerah atau wilayah itu," ungkap dr Dicky.
Senada, Ketua Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) Prof Dr dr Ferdiansyah, SpOT(K) mengungkapkan bahwa Indonesia kekurangan jumlah dokter ortopedi.
"Sekarang jumlah ortopedi itu ada 1.400-an, 1.500-an lah. Belum banyak sih memang kalau kita bandingkan dengan jumlah penduduk. Salah satu penyebab adalah kurangnya rasio antara jumlah dokter dan pasien," kata dr Ferdiansyah.
Selain jumlahnya terbatas, distribusi dokter ortopedi juga tidak merata lantaran lebih banyak yang berpraktik di kota-kota besar. Akibatnya, ada ketimpangan jumlah dokter di daerah yang menyebabkan kebanyakan warga memilih pengobatan alternatif.
NEXT: Kepercayaan
(hnu/kna)