Seorang dokter curhat memilih resign jadi residen karena tak tahan menjadi korban perundungan. Saat menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau dokter residen, ia kerap mendapatkan kekerasan verbal hingga psikis sampai mengganggu kejiwaannya.
"Saya dokter umum dari Jawa, mantan residen, mantan mahasiswa PPDS, calon dokter spesialis, yang per tahun 2023 ini terpaksa mengundurkan diri dari PPDS karena saya mengalami kejadian bullying cukup parah dan terus menerus," curhatnya langsung ke Menkes, seperti yang disiarkan di YouTube @Asclepio Masterclass, dikutip detikcom Minggu (20/4/2023).
Ia tak menyangka kultur senioritas yang tinggi di kalangan dokter residen sangat di luar batas wajar. Bahkan ada aturan tak tertulis bahwa junior harus menuruti apapun perintah senior.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permintaan semacam itu menurutnya malah dianggap wajar di kalangan dokter, tidak jarang para residen disuruh menjemput senior jam dua pagi di airport atau bandara. Karenanya, dokter tersebut memilih berhenti menjalani PPDS setelah dirinya juga disebut mengidap post traumatic stress disorder (PTSD).
"Saya akhirnya memutuskan untuk keluar dari PPDS karena kesehatan fisik dan mental saya terganggu, bahkan saya juga rutin konseling sama dokter dan psikiater karen PTSD, gangguan cemas," tutupnya.
Next: Kemenkes Usul Pasal Anti-Bullying di RUU Kesehatan
Saksikan juga Sosok minggu ini: Nestapa di Balik Spongebob yang Jenaka
Terlepas dari kasus tersebut, kasus bullying di kalangan dokter residen disebut kerap terjadi. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) telah banyak mendapat laporan terjadinya perundungan.
Juru bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril mengatakan banyak dokter yang takut melaporkan karena berisiko untuk karier mereka. Akhirnya mereka memilih diam dan menerima saja perlakuan perundungan tersebut.
Sebagai langkah pencegahan perundungan, pihak Kemenkes mengatakan akan mengusulkan pasal anti-perundungan masuk dalam RUU Kesehatan.
Untuk itu kami mengusulkan adanya perlindungan dalam RUU Kesehatan," ujar dr Syahril.
dr Syahril menjelaskan pentingnya mengeliminasi bullying agar sistem pendidikan para PPDS dapat berjalan sesuai etika, meritokrasi dan profesionalitas disaat negara sedang krisis kekurangan jumlah dokter spesialis.
"Kita harus mempermudah program pendidikan spesialis. Masuknya harus murah, tidak susah dan harus berdasarkan meritokrasi bukan karena "rekomendasi". Dan jika sudah masuk tidak mengalami hambatan-hambatan non-teknis," pungkasnya.
Saksikan juga Sosok minggu ini: Nestapa di Balik Spongebob yang Jenaka











































