Wanita di Singapura, Jusmin Tan berencana untuk melakukan prosedur pembekuan telur atau egg freezing setelah ia memutuskan untuk berpisah dengan suaminya. Dia selalu menginginkan anak tetapi pilihannya tidak tersedia untuknya pada 2017 atau saat usianya 32 tahun.
Sebab, saat itu Singapura hanya mengizinkan wanita dengan kondisi tertentu untuk melakukan prosedur tersebut. Misalnya, mereka yang mengidap autoimun atau memiliki sedikit sel telur.
Mengikuti masukan ahli, pemerintah tahun lalu mencabut pembatasan tersebut untuk wanita berusia 21 hingga 35 tahun. Pekan ini, pemerintah juga menaikkan batas usia atas menjadi 37.
Kebijakan ini membawa keceriaan kepada sebagian wanita yang memenuhi syarat untuk menjalani prosedur tersebut. Sebagian lainnya merasa kebijakan tersebut masih belum sepenuhnya inklusif karena prosedur egg freezing hanya berlaku bagi wanita yang sudah menikah.
Bagi wanita seperti Tan, yang berusia 38 tahun tahun ini, liberalisasi aturan datang sedikit terlambat.
"Jika mereka menaikkan batas usia menjadi 40. Saya pasti akan melakukannya, segera," kata Tan, dikutip dari South China Morning Post, Senin (29/5/2023).
Langkah ini dilakukan tak lama setelah negara tersebut mencatat tingkat kesuburan total terendah, yaitu 1,05 pada tahun lalu. Sementara itu, sejumlah negara di Asia percaya bahwa tingkat 2,1 kelahiran per wanita adalah tingkat penggantian yang optimal.
Rencana 'cadangan'
Lebih banyak wanita di Singapura memilih untuk menikah nanti - dengan usia rata-rata pada pernikahan pertama untuk wanita menjadi 29,1 tahun pada tahun 2021. Angka ini meningkat dibandingkan pada 2008 yaitu naik dari 27,3.
Mereka menganggap egg freezing sebagai 'asuransi' atau rencana cadangan. Sementara hanya pasangan menikah yang akan diizinkan untuk menggunakan telur beku, itu tidak menghalangi beberapa orang untuk membuat rencana. Salah satunya yaitu Fareeshah Dawood Epeer (30).
"Sebagai seorang wanita lajang, yang tidak dalam hubungan apa pun saat ini, saya pikir gagasan untuk membekukan telur Anda bertindak sebagai asuransi," ujar wanita yang berprofesi sebagai guru tersebut.
"Jika saat ini saya mendapatkan satu (set telur beku), dan jika saya bertemu pasangan saya pada usia 35 dan kami memutuskan untuk memiliki anak pada usia 36, masih belum terlambat," katanya, menambahkan bahwa dia berencana melakukan prosedur sekitar tahun ini.
Menteri Negara untuk Pengembangan Sosial dan Keluarga Sun Xueling memberikan tanggapan terkait pertimbangan negara untuk mengizinkan wanita lajang untuk menggunakan telur beku mereka di masa depan, .
"Pembekuan telur pilihan yang dapat dibuat sendiri oleh seorang wanita. Itu adalah organnya, dia dapat memilih untuk menyumbang atau membuang organ miliknya," kata Xueling kepada wartawan.
"Tetapi ketika datang untuk mengandung anak, telur beku hanya dapat digunakan untuk menjadi orang tua dalam pernikahan sehingga persetujuan dari suami akan diperlukan," tambahnya.
Langkah pemerintah untuk menaikkan batas usia pembekuan telur ditujukan untuk mendukung aspirasi perempuan dan memungkinkan lebih banyak pasangan untuk memulai keluarga di kemudian hari. Banyak yang mendesak para pejabat untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka.
Salah satunya kelompok advokasi hak-hak perempuan dan kesetaraan gender Aware. Dalam unggahan Facebook-nya, mereka mendesak agar pemerintah mempertimbangkan kembali aturan tersebut
"Tidak hanya wanita lajang dan pasangan yang juga ingin menjadi orang tua, tetapi untuk alasan apa pun tidak menikah atau tidak dapat menikah", tulis akun tersebut.
NEXT: Risiko Tinggi dan Biaya Mahal
Simak Video "Video: Jet Li Jalani Operasi di RS Mount Elizabeth Singapura, Sakit Apa?"
(hnu/kna)