Salah satu upayanya adalah dengan membuka program Tenaga Cadangan Kesehatan. Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI dr Sumarjaya, SKM, menjelaskan pembentukan tenaga cadangan kesehatan ini salah satunya dilatarbelakangi oleh pengalaman pandemi COVID-19 yang melanda dunia beberapa waktu lalu.
"Belajar dari pengalaman COVID-19, sistem kesehatan nasional kita masih lemah. Bagaimana testing, bagaimana tracing dan tracking. Kemudian, bagaimana kemampuan penanganan lonjakan kasus pada pelayanan kesehatan di masa pandemi, sulitnya mobilisasi sumber daya kesehatan dan seterusnya, kita harus perkuat itu," paparnya dalam konferensi pers yang digelar daring, Rabu (21/6/2023).
dr Sumarjaya menjelaskan program ini terbuka tenaga kesehatan (nakes) maupun masyarakat umum. Pendaftaran bisa dilakukan melalui laman tenagacadangankesehatan.kemkes.go.id.
"Mendaftarnya bisa melalui individu, artinya ada nakes yang ingin mendaftar, misalnya perawat, itu boleh. Kemudian bisa juga berdasarkan tim, tim itu misalnya dari IDI, dari PABOI, dari PAPDI, dari Perdamsi, dari Pramuka bisa juga. Apapun tim itu bisa mendaftar," paparnya.
Dikutip dari laman Kemenkes RI, berikut syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendaftar sebagai tenaga cadangan kesehatan:
- Warga negara Indonesia (WNI).
- Laki-Laki dan Perempuan.
- Usia minimal 18 tahun.
- Memiliki BPJS Kesehatan atau Ketenagakerjaan yang masih aktif atau asuransi kesehatan lainnya.
- Bersedia ditugaskan sebagai relawan dalam darurat bencana.
- Sudah mendapatkan izin dari institusi tempat bekerja.
- Sudah mendapat izin dari pasangan (bila sudah menikah) atau izin orang tua (bila belum menikah).
- Sudah mendapat izin dari pimpinan institusi pendidikan (bagi siswa/mahasiswa).
- Sehat fisik dan mental.
- Memiliki STR atau sertifikat kompetensi yang masih aktif sesuai kompetensi (bagi tenaga kesehatan).
- Bersedia menjadi tenaga cadangan kesehatan minimal 2 tahun.
dr Sumarjaya menambahkan relawan juga bisa mendaftar melalui Emergency Medical Team (EMT) yang sudah melalui standar World Health Organization (WHO). Setelah melakukan registrasi dan terdaftar di database tenaga cadangan kesehatan, para relawan akan dikategorikan berdasarkan tingkat kemampuannya.
"Kita lihat databasenya, nanti akan terklasifikasi skillnya di mana. Apakah dia mahir, menengah, dasar, atau pre elementary. Setelahnya nanti kita akan lakukan pembinaan," imbuhnya.
dr Sumarjaya menegaskan program Tenaga Cadangan Kesehatan ini nantinya menjadi wadah yang menghimpun semua relawan-relawan yang ingin membantu krisis kesehatan yang terjadi di wilayah terdampak.
"Jadi tenaga cadangan itu bukan direkrut untuk dibayar pemerintah, tapi menghimpun semua relawan-relawan yang ingin membantu. Jadi yang selama ini tidak terkoordinir di dalam menangani bencana, sekarang kita koordinir, kita buat wadahnya dalam tenaga cadangan kesehatan," urainya.
dr Sumarjaya menyebutkan tenaga cadangan kesehatan yang kompeten juga akan mendapat penghargaan dalam bentuk piagam dan sertifikat, serta kesempatan mengembangkan skill melalui beragam pelatihan.
"Saat ini kami sudah memberikan penghargaan dari pemerintah. Nanti itu bisa dilihat, semakin banyak mereka mendapatkan penghargaan, kita jadikan mereka untuk ikut pelatihan EMT berstandar dari WHO. Sudah ada beberapa yang kami ajak, kalau mereka sudah pintar, kami jadikan dia trainer di suatu daerah. Jadi selalu berkembang terus," pungkasnya.
Simak Video "Video Kemenkes Ungkap Sulitnya Dapatkan Dokter di Daerah 3T"
(kna/kna)