Sudah bukan rahasia lagi kalau praktik bullying menjadi 'tradisi' yang terjadi di banyak institusi pendidikan kedokteran di Indonesia. Tidak hanya merugikan secara fisik dan mental, tak jarang korbannya juga mengalami kerugian finansial dalam jumlah yang tidak sedikit.
Untuk memutus praktik bullying itu, Kementerian Kesehatan RI mengambil sejumlah langkah tegas dengan menerbitkan aturan baru, serta memberlakukan sanksi-sanksi keras bagi para pelaku. Kemenkes juga memberi jaminan perlindungan bagi para korban yang berani untuk melapor perundungan yang dialaminya.
Berikut fakta-faktanya.
1. Fenomena Bullying di PPDS
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan dirinya sudah menerima banyak laporan tentang bullying yang terjadi pada peserta pendidikan dokter di Indonesia. Bentuknya pun bermacam-macam, mulai dari dicaci maki hingga menjadi 'pembantu pribadi'.
"Saya bisa sebutkan contoh-contoh yang saya sering dengar. Nomor satu, adalah kelompok di mana peserta didik ini digunakan sebagai asisten, sebagai sekretaris, sebagai pembantu pribadi lah. Suruh nganterin londri, bayarin londri, nganterin anak, kemudian ngurusin parkir, ambilin itu, ambilin sana," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (20/7/2023).
"Kalau nggak di WA grupnya ada namanya Jarkom, yang harus lihat Jarkom itu biasanya prioritas nomor satu. Kalau satu menit, dua menit tidak dijawab, dicaci maki 'kok gini aja nggak bisa, kamu mampu apa nggak sih?'," sambungnya.
2. Korbannya Rugi Ratusan Juta
Lebih mengejutkannya lagi, korban bullying itu tidak hanya menderita secara fisik dan mental, tapi juga finansial. Menkes mengatakan banyak korban-korbannya yang mengalami kerugian materil yang nilainya mencapai ratusan juta.
"Junior-juniornya ini disuruh mengumpulkan jutaan, puluhan juta, kadang-kadang ratusan juta, macam-macam deh. Bisa menyiapkan rumah untuk kumpul-kumpul bagi senior, kontraknya setahun 50 juta, bagi rata dengan juniornya. Atau praktek suka sampai malam, sama rumah sakit dikasih makanan malam, tapi nggak enak, maunya makan Jepang. Jadi setiap malam harus mengeluarkan 5 juta atau 10 juta untuk seluruhnya makanan Jepang,"
3. Kedok 'Pembentukan Karakter'
Menkes mengungkapkan praktik bullying ini seolah sudah menjadi 'tradisi' dari tahun ke tahun. Salah satu alasan yang kerap digunakan adalah untuk membentuk 'karakter' dari para junior-junior.
"Mungkin ada yang beralasan bahwa perundungan ini dilakukan dengan tujuan 'membentuk karakter', tapi kan bukan dengan kekerasan juga untuk membentuk ketangguhan," imbuhnya.
NEXT: Instruksi menteri kesehatan dan sanksi tegas bagi pelaku
(ath/kna)