Praktik perundungan atau bullying di kalangan calon dokter spesialis disebut bak fenomena gunung es. Tidak banyak korban yang melaporkan karena takut mendapatkan ancaman dari seniornya.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkap tradisi bullying di kedokteran sudah berlangsung selama puluhan tahun. Aksi perundungan tersebut mengakibatkan kerugian bagi korban baik dari segi psikis maupun materiil.
"Praktik perundungan ini baik untuk dokter umum, internship, maupun pendidikan dokter spesialis itu sudah terjadi berulang kali dan ini tidak hanya menyebabkan kerugian mental, tapi fisik dan juga finansial pada peserta didik," ucap Menkes Budi dalam konferensi pers.
Aksi perundungan ini dilakukan dengan dalih pembentukan karakter. Hanya saja bentuk perundungan yang didapatkan oleh korban sangat tidak mendidik.
Para calon dokter spesialis korban bullying kerap dijadikan asisten pribadi sampai diminta antar laundry. Tidak hanya itu saja, banyak peserta didik yang juga diminta untuk mengerjakan tugas milik senior.
Banyak peserta didik kedokteran yang juga mengalami kerugian secara finansial selama mengikuti proses pendidikan. Hal itu disebabkan oleh berbagai permintaan 'nyeleneh' yang kerap diminta senior.
"Saya juga terkejut karena berkaitan dengan uang. Jadi cukup banyak junior ini disuruh ngumpulin uang jutaan sampai puluhan juta untuk macam-macam," ucap Menkes Budi.
"Bisa disuruh nyiapin rumah untuk kumpul-kumpul para senior, kontraknya setahun Rp 50 juta bagi rata untuk juniornya. Atau misalnya makan malam, tapi makannya makanan Jepang jadi setiap malam keluarin Rp 5-10 juta untuk seluruhnya," tambahnya.
Untuk itu Kementerian Kesehatan mengatakan akan menindak tegas para pelaku perundungan di kedokteran. Pengawasan terkait perundungan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal dengan melibatkan unit pelayanan pelaporan di Rumah Sakit Pendidikan.
Next: Hotline anti perundungan Kemenkes
(kna/kna)