Potret penyusutan populasi di China semakin nyata. Banyak warga memilih menunda berkeluarga, dengan lebih memprioritaskan karier hingga kebahagiaan lain di luar menikah.
Mencari jodoh di China juga diyakini sejumlah warganya bukan perkara mudah. Seperti yang dialami Zhao Miaomiao, setelah sukses berkarier di Shanghai, pusat kota keuangan China, dia kembali untuk mencari hubungan serius.
Zhao mencoba melakukan kencan buta dengan dating app. Dia bertemu dengan lebih dari 100 pria, dalam waktu tiga hingga empat bulan. Bukannya semakin yakin untuk membuka hubungan serius, apa yang dirasakan Zhao justru sebaliknya.
Ia mengaku belum menemukan seseorang yang memiliki prinsip dan visi yang sama. Meski begitu, Zhao tak ambil pusing lantaran fokus pada hal lain termasuk hobinya.
"Saat ini, anak muda lebih mengutamakan kebahagiaannya, menganut gaya hidup hedonistik," kata perempuan berusia 24 tahun yang gemar balet, yoga, dan berbelanja bersama teman-temannya.
"Aku merasa, apakah nantinya memilih menikah atau tidak, aku tetap bahagia."
Jelas lebih banyak anak muda China yang belakangan memilih tidak menikah. Dalam dekade terakhir, jumlah pernikahan berkurang bahkan nyaris setengahnya. Tahun lalu saja, hanya ada 6,83 juta pasangan yang menikah, terendah sejak pencatatan dimulai pada 1986.
Dibandingkan dengan Singapura yang mencatat 6,5 pernikahan per 1.000 penduduk pada 2021, China mencatat angka lebih rendah yakni 5,4 pernikahan per 1.000 penduduk.
Di kalangan kelompok muda perkotaan saat ini, 44 persen perempuan Tiongkok tidak berencana menikah, dibandingkan dengan hampir seperempat laki-laki, menurut survei tahun 2021.
Meskipun penurunan jumlah pernikahan telah menjadi fenomena global, hampir 90 persen populasi dunia tinggal di negara-negara dengan tingkat pernikahan yang menurun, ada juga faktor-faktor tertentu yang berperan di China.
(naf/kna)