"Di sebelah kanan, saya melihat seorang pria berusia pertengahan lima puluhan dengan amputasi setinggi pertengahan paha. Seperti amputasi guillotine, ada darah yang muncrat melalui arteri yang terbuka di tunggulnya," jelas Dr Abu Sittah, dikutip dari Sky News, Selasa (28/11/2023).
"Saya mengambil ikat pinggangnya dan mengikatnya sebagai tourniquet... Saya pindah ke pasien lain yang menerima satu (sepotong) pecahan peluru di lehernya, darah muncrat dari lehernya," sambungnya.
Sebagai seorang ahli beda plastik dan rekonstruksi yang berpengalaman, ia menghabiskan masa sulit selama 43 hari di ruang operasi di Kota Gaza. Menurutnya, itu adalah pengalaman yang sangat menakutkan.
Dalam konferensi pers di London, ia berbicara tentang cedera yang ditanganinya selama bertugas di sana. Ia mengungkapkan sebagian besar luka korban adalah luka ledakan.
"Sebagian besar cedera pada awalnya adalah luka ledakan, dan ini adalah trauma jaringan lunak yang parah, trauma wajah yang parah, dan beberapa patah tulang," ungkap Dr Abu Sittah.
"Dan seiring berjalannya waktu, kita melihat diperkenalkannya bom pembakar, di mana pasien akan berada dan lebih dari 40 persen dari total luas permukaan tubuh mereka terbakar," lanjut dia.
Setelah Israel memulai invasi darat di Gaza, Pasukan Pertahan Israel (IDF) menembaki bom fosfor putih di daerah padat penduduk. Menurut Dr Abu Sittah, pelet fosfor yang tertanam di kulit sangat sulit untuk diobati.
Dr Abu Sittah memang sering mengobati luka bakar fosfor putih di Jalur Gaza selama perang tahun 2009. Hal itu yang membuatnya sangat mengenal karakteristik luka dan luka bakar yang ditimbulkan.
"Fosfor terbakar sampai ke bagian dalam tubuh dan hanya berhenti ketika tidak ada paparan oksigen, pasien pada dasarnya akan mengerut karena luka bakar yang merobek hingga ke tulang rusuk, tulang," bebernya.
NEXT: Kondisi RS di Gaza Pasca Diserang Israel
Simak Video "Video Kesaksian Pilu Dua Dokter FKUB Selama Misi Kemanusian di Gaza"
(sao/vyp)