Palang Merah Indonesia (PMI) menuturkan ada sekitar 200 ribu liter plasma darah harus terbuang dalam setahun di periode 2022 hingga 2023. Jumlah tersebut dicatatat oleh PMI pada April 2023.
Ketua PMI Pusat Jusuf Kalla menuturkan bahwa plasma darah dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi obat-obatan derivat plasma seperti albumin, faktor VIII, dan imunoglobin. Namun, yang menjadi menjadi persoalan ketika Indonesia saat ini belum memiliki fasiltas fraksionasi plasma untuk mengolah plasma darah.
"Banyak plasma darah yang akhirnya terbuang karena tidak diolah karena tidak diproses," ucap Jusuf Kalla ketika ditemui di acara groundbreaking fasilitas fraksionasi plasma pertama RI di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/12/2023).
"Jadi harapannya nanti plasma darah ini bisa diolah dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia juga jadi diproses dulu," sambungnya.
Kabid Unit Donor Darah PMI dr Linda Lukitari Waseso menuturkan bahwa dibutuhkan setidaknya Rp 3,5 miliar setiap tahunnya untuk bisa membuang limbah plasma darah. Padahal menurutnya limbah tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan lebih baik.
Nilai impor untuk produk obat derivat plasma di Indonesia mencapai Rp 1,1 triliun pada tahun 2020.
"Plasma yang ada sekitar sekitar 20 sampai 40 persen dari darah itu akhirnya tidak terpakai. Itu kan sebenarnya menjadi limbah yang punya potensi. Sampai saat ini obat-obat yang dari plasma darah yang semuanya diimpor," kata dr Linda dalam acara yang sama.
Ia menjelaskan bahwa plasma darah yang disimpan memiliki waktu expired selama satu tahun. Jika sudah melalui waktu expired, maka plasma darah akan dibuang karena sudah tidak bisa dipakai.
"Ini bisa diolah menjadi albumin dan obat lainnya ya. Kalau kebutuhannya pasti untuk orang sakit kanker, thalasemia, hemofilia, luka bakar seperti itu," pungkasnya.
Simak Video "Mitos atau Fakta: Boleh Gak Minum Es Saat Haid?"
(avk/kna)