Menyoal Risiko Fatal Epilepsi, Diidap Lisa Rumbewas Sebelum Meninggal

Round Up

Menyoal Risiko Fatal Epilepsi, Diidap Lisa Rumbewas Sebelum Meninggal

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Selasa, 16 Jan 2024 06:00 WIB
Menyoal Risiko Fatal Epilepsi, Diidap Lisa Rumbewas Sebelum Meninggal
Atlet legendaris Lisa Rumbewas meninggal dunia. Foto: Ian Walton/Getty Images for DAGOC
Jakarta -

Lifter legendaris Indonesia Raema Lisa Rumbewas meninggal dunia. Atlet peraih tiga medali olimpiade itu sempat dirawat di rumah sakit sebelum meninggal usai mengalami kekambuhan epilepsi yang diidapnya.

Ibu Lisa, Ida Korwa, mengatakan Lisa sempat mengalami kejang yang cukup parah akibat penyakit epilepsi yang diidapnya sejak bayi. Saat di rumah sakit, dokter sudah memberikan obat untuk meredakan gejalanya.

"Ketika di rumah sakit katanya juga ada infeksi paru-paru dan kadar albumin juga sempat turun," terang Ida.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenai kematian Lisa, spesialis saraf dr Yuyun M Rahmah mengatakan bisa jadi penyebab kematian atlet angkat besi itu tidak disebabkan langsung oleh epilepsi. Sebab pada kebanyakan kasus, seringnya pasien dengan riwayat epilepsi meninggal karena kondisi lain yang diidapnya.

Memang ada kematian mendadak yang tidak terduga pada pasien epilepsi yang dikenal dengan SUDEP (Sudden unexpected death in epilepsy). Artinya, pasien epilepsi meninggal tanpa peringatan apapun dan tidak ditemukan penyebab lain.

ADVERTISEMENT

"Biasanya ini terjadi pada pasien yang kriterianya biasanya kejaidannya pada pasien yang kejangnya tidak terkontrol. Kalau terkontrol, kecil, dan sifat SUDEP ini pasiennya nggak ada keluhan lain, kejang, dan tidak ada penyakit lain," terang dr Yuyun.

Apa Itu Epilepsi?

Mengacu pada laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), epilepsi adalah penyakit otak kronis tidak menular yang menyerang sekitar 50 juta orang di dunia. Penyakit ini ditandai dengan kejang berulang, yakni gerakan tak sadar yang berlangsung dalam periode singkat, mungkin dialami sebagian tubuh (sebagian) atau seluruh tubuh (umum). Terkadang, kondisi ini disertai penurunan kesadaran dan kontrol fungsi usus atau kandung kemih.

Kejang ini dipicu oleh pelepasan listrik yang berlebihan pada sekelompok sel otak, yang bisa terjadi di berbagai bagian otak. Kejang yang timbul dapat bervariasi mulai dari kehilangan kesadaran dalam waktu singkat, atau kejang otot yang parah dan berkepanjangan. Kejang juga dapat bervariasi frekuensinya, dari kurang dari satu kali per tahun hingga beberapa kali per hari.

Pada pengidap epilepsi, karakteristik kejang ditentukan oleh bagian otak yang pertama kali mengalami gangguan. Beberapa gejala yang bisa muncul seperti kehilangan kewaspadaan atau kesadaran, gangguan kemampuan gerak, gangguan sensasi termasuk penglihatan, pendengaran, dan pengecapan, gangguan suasana hati, atau gangguan fungsi kognitif lainnya.

NEXT: Penanganan Epilepsi

Pada pasien epilepsi yang mengalami kekambuhan, penanganannya akan ditentukan sesuai dengan bentuk kejang yang dialami. Jika terjadi status epileptikus atau kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit, maka pasien membutuhkan penanganan cepat agar tidak berakibat fatal.

"Jadi memang perlu obat yang dimasukkan ke dalam suntikan. Ini di setiap rumah sakit ada. Kalau sudah disuntik masih kejang, kita menggunakan obat epilepsi agar kejangnya berhenti," beber dr Yuyun.

Status epileptikus adalah kondisi kritis yang berpotensi tinggi menyebabkan kerusakan otak. Kejang yang sangat lama (yang berlangsung selama 30 menit atau lebih) berbahaya dan bahkan meningkatkan risiko kematian. Oleh karena itu, penting untuk mengenali status epileptikus agar dapat diobati sebelum risiko bahayanya meningkat.

Halaman 2 dari 2
(kna/vyp)

Berita Terkait