Di tengah suhu musim dingin yang sangat dingin dan tidak mengenakan apa pun selain cawat putih, banyak pria bergulat satu sama lain dalam upaya untuk mendapatkan jimat selama festival Somin-sai yang lebih dikenal sebagai 'festival pria telanjang' di Jepang.
Namun acara tersebut, yang dikatakan telah berlangsung selama lebih dari 1.000 tahun di Kuil Kokusekiji, diadakan untuk terakhir kalinya. Hal ini buntut krisis populasi yang terjadi di negara tersebut.
"Keputusan ini disebabkan oleh penuaan individu yang terlibat dalam festival dan kurangnya penerus," tulis Daigo Fujinami, Kepala Imam Kuil Kokusekiji, di situs web kuil dikutip dari CNN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Populasi Jepang terus mengalami penurunan dengan tingkat kesuburan sebesar 1,3. Angka ini jauh di bawah tingkat 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi yang stabil.
Angka kematian juga melebihi jumlah kelahiran di Jepang selama lebih dari satu dekade, sehingga menimbulkan masalah yang semakin besar bagi para pemimpin negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia.
Mereka kini menghadapi meningkatnya populasi lansia dan menyusutnya angkatan kerja, sehingga mereka menghadapi tantangan untuk mendanai dana pensiun dan layanan kesehatan seiring meningkatnya permintaan dari populasi lansia.
Festival Somin-sai adalah salah satu dari tiga festival besar "pria telanjang" atau Hadaka Matsuri yang diadakan di negara ini. Acara ini diadakan setiap tahun pada hari ketujuh Tahun Baru Imlek di Kuil Kokusekiji di prefektur timur laut Iwate.
Detail ritual dari masing-masing tiga Hadaka Matsuri berbeda-beda di seluruh negeri, namun memiliki semangat yang sama: ini adalah perayaan panen yang melimpah, kemakmuran, kesehatan yang baik, dan kesuburan.
Acara ini dikenal dengan sebutan festival telanjang karena peserta laki-laki hanya mengenakan cawat Jepang yang disebut "fundoshi" dan sepasang kaus kaki putih yang disebut "tabi".
Mereka kemudian berdoa di kuil untuk kesehatan dan panen yang baik sebelum malamnya diakhiri dengan perebutan sekantong jimat kayu yang diberkati oleh pendeta kepala.
Pemenang dari perebutan tersebut adalah Kikuchi Toshiaki, 49, seorang warga setempat dan anggota asosiasi pelestarian festival.
"Sangat menyedihkan festival ini berakhir. Saya berpartisipasi dengan harapan ini akan menjadi festival yang berkesan," katanya kepada NHK.
(kna/kna)











































