Tidak hanya terjadi di Korea Selatan, Jepang, serta China, penurunan kesuburan juga dilaporkan BKKBN dalam kurun 10 tahun terakhir di Indonesia. Dari semula di angka 2,7 kini menjadi 2,1.
Total fertility rate yang idealnya dipertahankan pemerintah adalah di rentang 2,1, tetapi ada kekhawatiran penurunan kesuburan terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Data ini bahkan sejalan dengan catatan penurunan perkawinan, ditambah tingginya angka perceraian.
Efeknya, bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak tercapai. Padahal, Indonesia memiliki target untuk menjalani bonus demografi sedari 2035 demi keluar dari negara middle income atau negara berkembang.
Hal ini diakibatkan aging population atau jumlah usia non-produktif pada akhirnya lebih banyak ketimbang usia produktif.
"Dependency ratio-nya berat ya, artinya dependency ratio sekarang ini kan bagus ya, jadi setiap 100 ribu orang, 100 orang hanya menanggung 46 orang. Nah, tetapi ke depan ini tidak akan turun ini, yang 46 itu tambah jadi 45an, 46, 47 dan seterusnya, semakin berat," ungkap Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat dihubungi Kamis (7/3/2024).
"Padahal kita itu kan ingin keluar dari jebakan middle income trade untuk pada saat bonus demografi kita kaya, pendapatan perkapita naik karena negara-negara maju yang dulunya belum maju seperti katakan Korea Selatan, Jepang itu kan semua sejarahnya dia naik pendapatan perkapitanya keluar dari jebakan middle income trade-nya kan semua pada saat bonus demografi. Itu loh. Itu bahayanya seperti itu sebetulnya," sambung dia.
Bila tidak ada antisipasi, bukan tidak mungkin Indonesia akan menutup peluang bonus demografi lantaran populasi yang melimpah adalah jumlah orangtua, bukan generasi muda.
Artinya, persoalan tantangan ke depan terkait populasi tidak melulu perkara stunting, melewati penekanan sejumlah wilayah dengan angka TFR tinggi.
"Kita kan jangan hanya menekan stunting saja, tetapi juga tentu stunting harus ditekan, tapi populasi harus dipertahankan. Memang bagi kita tidak mudah, kita ini kalau populasinya kelebihan dikit kita masih stunting."
"Tapi Pak Presiden sudah sering ingatkan, hati-hati juga, ketika seperti Afrika, ada beberapa negara yang sudah lewat bonus demografi, tapi masih miskin itu berbahaya. Karena bisa miskin selamanya kan. Karena terjebak," pungkasnya.
Simak Video "Video Jawaban Ikatan Apoteker Indonesia soal Keluhan Stok Obat Kosong"
(naf/suc)