Warga Nepal Banyak yang Tertipu Jual Ginjalnya, Kini Hadapi Krisis Kesehatan Baru

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Selasa, 02 Apr 2024 19:04 WIB
Ilustrasi ginjal. (Foto: Getty Images/pepifoto)
Jakarta -

Fenomena jual ginjal kian marak di Nepal. Banyak pria berupaya menjual ginjalnya demi kehidupan lebih layak, di tengah keputusasaan finansial. Namun, apa yang didapat tidak seperti yang diharapkan.

Hal ini yang diceritakan Kanncha dan Ram, kedua pria paruh baya tersebut masih merasakan jelas rasa sakit efek samping operasi setelah menjual ginjalnya. Menurut mereka, jual ginjal bukanlah hal aneh di desa Hokse, Nepal.

"Tidak mungkin menghitung berapa banyak yang telah melakukannya," katanya. "Di mana-mana, di desa ini, di desa itu, begitu banyak orang yang menjual ginjalnya."

Desa Hokse di Nepal memiliki sejarah yang unik dan sangat bermasalah. Dikenal sebagai Lembah Ginjal karena hampir setiap rumah tangga pernah menjual ginjalnya.

Para calo telah mengunjungi daerah tersebut selama bertahun-tahun, membujuk orang-orang untuk menyerahkan organnya, meskipun faktanya itu ilegal.

Penduduk setempat berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan itu dalam beberapa tahun terakhir, lantaran mereka merasa ditipu dan dirugikan karenanya. Ada yang mengatakan mereka dieksploitasi, adapula yang menipu mereka, menyebut ginjal akan tumbuh kembali.

Beberapa kasus fatal bahkan dilaporkan, yakni meninggal dalam proses jual ginjal ilegal. Tragisnya, kemiskinan masih terus ada dan malah memicu krisis kesehatan baru di Nepal, hingga akhirnya lagi-lagi ginjal kembali menjadi 'jalan keluar darurat'.

Semakin banyak warga Nepal yang memilih bekerja di luar negeri di negara-negara Teluk dan Malaysia untuk menghasilkan lebih banyak uang bagi keluarga mereka di kampung halaman. Namun, tentu ongkos bepergian tidaklah murah.

Pria-pria muda yang tadinya sehat kembali ke Nepal dan sangat membutuhkan transplantasi ginjal. Beberapa ilmuwan mengatakan hal ini disebabkan oleh paparan panas ekstrem dan dehidrasi parah.

Beberapa tahun yang lalu, Suman, 31 tahun, sangat terpuruk secara finansial dan emosional sehingga ia mempertimbangkan untuk mengakhiri hidupnya. Dia merasa tidak punya pilihan selain pergi ke India untuk menjual ginjalnya kepada seorang wanita yang berpura-pura menjadi saudara perempuannya.

Itu adalah proses yang menyakitkan secara fisik yang telah melukainya. Dia dibayar £3.000 atau sekitar Rp 51 juta.

"Saya merasa lemah dan kehilangan kesadaran," katanya.

"Ketika saya bangun, rasanya sangat menyakitkan. Sekarang saya tidak bisa bekerja dan saya mencoba memberitahu siapapun, untuk tidak menjual ginjal mereka."

Suman tidak yakin apakah dokter tersebut mengetahui apa yang dilakukannya, tetapi hukum di India jelas, donor harus memiliki hubungan keluarga dan mereka harus menunjukkan dokumen yang relevan.

Perdagangan organ masih menjadi perhatian utama di India. Hal ini dipicu oleh kesenjangan yang besar antara permintaan dan pasokan.

Kurangnya donor telah menimbulkan pasar gelap, saat dokter dan rumah sakit termasuk di antara mereka yang terkena investigasi terkait skema uang untuk ginjal.

Namun hal ini tidak hanya terjadi di India. Diperkirakan secara global, satu dari 10 organ transplantasi telah diperdagangkan.

"Para agen membuat dokumen palsu di Kathmandu, termasuk kartu identitas India," kata Kanchha, yang juga menjual ginjalnya di India.

"Ginjal saya diberikan kepada saudara perempuan palsu. Saya rasa dokter di India tahu saya telah menjualnya."




(naf/kna)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork