FK-UI dan Empat Mahasiswa Asing Lakukan Deteksi Dini DBD di Depok

Sudrajat - detikHealth
Rabu, 25 Sep 2024 14:34 WIB
Rayan Chettou, Lou Lambert, Sae Hyun Chang, dan Leticia Picolo Pissarra (Foto: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
Jakarta -

Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melakukan penyuluhan Nn terkait deteksi dini Demam Berdarah Dengue (DBD) dan infeksi menular seksual sebagai penyebab stunting di Kampung Lio, Depok, Rabu (25/9/2024). Program pengabdian masyarakat ini juga diikuti empat mahasiswa asing, yakni Leticia Picolo Pissarra asal Brazil, Sae Hyun Chang (Korea Selatan), Lou Lambert (Prancis), dan Rayan Chettou (Maroko).

"Mereka ini dari Erasmus University Medical Center di Rotterdam, Belanda yang memang punya kerja sama dengan FK-UI terkait Program Minor Global Health 2024. Kebetulan kami ada penyuluhan di Kampung Lio dan mereka minta ikutan untuk melihat langsung di lapangan," kata Dr. Ibnu Agus Ariyanto, S.Si, M.Biomed yang memimpin program tersebut dalam pernyataan tertulis yang diterima detikcom.

Puluhan ibu Jumantik warga Kampung Lio, Depok mengikuti penyuluhan tentang deteksi dini penyakit DBD dari para hali Fakultas Kedokteran UI, Rabu (25/9/2024) Foto: Dok. FK-UI



Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan mencatat ada 190.561 kasus DBD, dengan 1.141 kematian hingga minggu ke-36 tahun 2024. Angka kematian akibat DBD di Indonesia disebut tertinggi se-Asia Tenggara. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat soal DBD itu sendiri, khususnya periode kritis di tujuh hari pertama. Periode ini dibagi ke dalam tiga fase, yakni demam, kritis atau pada saat turun demam, lalu fase penyembuhan.

Merujuk data Puskesmas di Kota Depok, menurut Ibnu Agus Ariyanto, jumlah warga yang rawat inap akibat demam berdarah menempati posisi teratas, disusul oleh penyakit infeksi pernafasan. Karena itu FK-UI memprioritas untuk memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada 80 warga Kampung Lio yang menjadi kader Jumantik (juru pemantau jentik).

Mereka diberi pengetahuan tentang gejala khas DBD seperti demam tinggi, nyeri sendi, dan ruam kulit, cara efektif mencegah perkembangbiakan nyamuk dengan membersihkan tempat penampungan air, menggunakan kelambu, dan mengaplikasikan lotion anti nyamuk, serta pentingnya membawa penderita DBD ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan medis yang tepat.

Selain itu, Dr. Beti Ernawati, PhD secara khusus mempraktekan penggunaan alat deteksi dini rapid test DBD agar pasien dapat segera mendapatkan penanganan medis yang tepat dan mengurangi risiko komplikasi serius.

"Kader Jumantik, sebagai ujung tombak dalam pencegahan DBD di tingkat masyarakat, memiliki peran yang sangat penting. Mereka tidak hanya aktif dalam penyuluhan, tetapi juga melakukan pemantauan dan pencatatan kasus DBD di wilayahnya," kata Ibnu menegaskan.

Para kader jumantik yang kebanyakan ibu-ibu terlihat antusias mengikuti penyuluhan. Apalagi yang terlibat tak cuma para mahasiswa FK-UI tapi juga ada empat mahasiswa asing. Selesai acara para jumantik itu berebut untuk foto bersama dengan mereka.

Leticia mengaku takjub melihat antusiasme para jumantik mengikuti penyuluhan. Mereka sengaja mengikuti program di Indonesia selain tertarik mempelajari sistem kesehatan di Indonesia dengan terjun langsung ke lapangan seperti ini.

"Juga karena Indonesia punya aneka makanan yang enak dan orangnya ramah-ramah," imbuh Leticia diamini Sae Hyun, Lou, dan Rayan.



Simak Video "Video: Kemenkes Catat 131 Ribu Kasus DBD Sepanjang 2025"

(kna/kna)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork