Alasan Psikologis Hubungan Guru-Murid di Gorontalo Tak Bisa Disebut 'Suka Sama Suka'

Averus Kautsar - detikHealth
Senin, 30 Sep 2024 16:30 WIB
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/kieferpix)
Jakarta -

Video hubungan seks antara seorang oknum guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo berinisial DH (57) dengan salah satu siswinya berinisial P yang masih di bawah umur viral di media sosial. Modus yang dilakukan pelaku adalah sering membantu P dalam kesehariannya.

"Kemudian modus yang terjadi memang hubungan asmara, karena bersangkutan merasa tersangka ini mengayomi, membantu tugas, memberi perhatian lebih. Akhirnya korban pun merasa nyaman sampai terjadi seperti itu," kata Kapolres Gorontalo AKBP Deddy Herman dikutip dari detikSulsel.

Pandangan netizen terkait kasus tersebut terbelah. Sementara ada yang menilai hubungan tersebut terjadi atas dasar suka sama suka, tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai 'sexual grooming' karena melibatkan anak di bawah umur.

Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menegaskan, anggapan 'suka sama suka' tidak tepat diberikan pada hubungan bersifat romantis yang terjadi pada orang dewasa dan anak di bawah umur. Menurutnya, anggapan tersebut bahkan bisa berbahaya.

Ia menjelaskan, secara biologis, pertumbuhan otak anak di bawah umur belum sekompleks pada orang dewasa. Selain itu, kemampuan berpikir, logika, dan analisa anak di bawah umur juga masih didominasi oleh impulsivitas emosi kerjanya dibandingkan dengan kemampuan berpikirnya.

"Jadi seringkali 'suka sama suka' yang dirasakan ini masih cenderung dangkal atau tidak didasari yang consent yang tepat atau penuh. Jadi masih mudah diombang-ambing dipengaruhi sepihak," kata Sari ketika dihubungi oleh detikcom, Senin (30/9/2024).

Ia menambahkan bahwa label 'suka sama suka' yang diberikan juga tidak tepat apabila melihat adanya dominasi dan pengaruh dari orang dewasa yang memiliki power lebih besar. Terlebih orang dewasa sebagai pelaku juga cenderung memiliki keinginan buruk di balik niatnya mendekati anak di bawah umur.

Demi mendapatkan keinginannya itu, pelaku biasanya melakukan manipulasi, eksploitasi, dan berbagai bujukan agar korban bisa memberikan apapun yang pelaku inginkan.

"Apalagi kalau jelas-jelas dalam hubungan tersebut, bukan hubungan yang meningkatkan atau mengembangkan si anak yang ke arah baik, tapi justru dimanfaatkan untuk hal-hal negatif," katanya.

Situasi tersebut akhirnya membuat anak di bawah umur menjadi sangat rentan untuk menjadi korban dengan cara dibohongi atau dengan dimanipulasi.

Kondisi ini menurut Sari bisa berbahaya untuk anak. Anak akhirnya bisa lebih rentan menjadi korban eksploitasi, pelecehan dan kekerasan seksual, hingga bisa berdampak pada trauma jangka panjang.



Simak Video "Video: Viral Anak di Bawah Umur Diajari Nyetir Mobil, Ini Kata Psikolog"

(avk/up)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork