Benarkah Sering BAB Jadi Tanda Usus Tak Sehat? Begini Penjelasan Pakar

Muhammad Paksi Dwi Shandra Bimantara - detikHealth
Rabu, 11 Des 2024 20:01 WIB
Ilustrasi (Foto: thinkstock)
Jakarta - Buang air besar atau BAB merupakan proses untuk mengeluarkan tinja atau kotoran yang berasal dari sistem pencernaan tubuh. Sering atau tidaknya seseorang BAB nyatanya dapat menunjukkan kondisi kesehatan tubuh dalam jangka waktu yang panjang.

Dikutip dari Health, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Institute for Systems Biology (ISB) yang dipublikasikan dalam jurnal Cell Reports Medicine, melaporkan bahwa berapa kali seseorang buang air besar dalam sehari atau seminggu dapat memengaruhi mikrobioma dan risiko penyakit kronis.

"Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bagaimana frekuensi BAB yang tidak normal dapat menjadi faktor risiko penting dalam perkembangan penyakit kronis," kata profesor madya Institute for Systems Biology, Sean Gibbons, Phd.

Tak hanya itu saja, penelitian baru tersebut menemukan sebuah 'zona Goldilocks' frekuensi BAB, jumlah kali seseorang BAB setiap hari yang dikaitkan dengan kesehatan usus yang lebih baik.

Studi baru tersebut mengamati data kesehatan dan gaya hidup dari lebih dari 1.400 orang dewasa sehat yang berusia 19 sampai dengan 89 tahun, tidak termasuk orang dengan kondisi kesehatan tertentu atau penggunaan obat. Pesertanya sebagian besar berkulit putih sebanyak 83 persen, sebagian besar dari Pacific Northwest, dan lebih dari setengahnya merupakan perempuan.

Informasi mereka, termasuk juga sampel darah dan tinja, dikumpulkan oleh Arivale, perusahaan bioteknologi yang kini telah tutup dan beroperasi di Seattle antara tahun 2015 dan 2019. Para peneliti memeriksa frekuensi BAB yang dilaporkan sendiri dan mengelompokkannya ke dalam empat kategori sebagai berikut:

  • Sembelit: Satu atau dua kali BAB setiap minggu
  • Rendah-normal: Antara tiga dan enam kali BAB setiap minggu
  • Tinggi-Normal: Antara satu dan tiga kali BAB setiap hari
  • Diare: Empat atau lebih BAB setiap hari

Setelah semua data dikumpulkan, tim ISB mencari hubungan antara frekuensi BAB peserta dan faktor-faktor lainnya, termasuk gaya hidup, demografi, genetika, kesehatan mikrobioma usus, metabolit darah, dan kimia plasma. Temuan penelitian menunjukkan bahwa orang yang lebih muda, wanita, dan mereka yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih rendah, maka sering kali mengalami BAB yang lebih jarang.

Meskipun begitu, para peneliti juga menemukan tanda jelas variasi dari frekuensi BAB dalam darah dan tinja individu yang sehat, yang tidak bergantung pada usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, genetika, dan berbagai penanda kesehatan.

NEXT: Peran Bakteri Tertentu di Usus

Simak Video "Video: Jangan Buru-buru Kasih Obat Penyetop Diare pada Anak Keracunan"


(kna/kna)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork