"Dari sini kami mungkin bisa jelaskan hal yang diskriminatif. Ada satu produk yang menggunakan dua galon. Satu yang mengandung BPA, satu lagi tidak mengandung BPA. Kasihannya, yang BPA masih disebar di perkampungan-perkampungan atau di daerah yang nggak dianggap," kata David di acara detikcom Leaders Forum di Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2024).
Senada, Pakar Polimer Universitas Indonesia Prof Dr Mochamad Chalid, SSi, MScEng mengatakan bagi masyarakat yang saat ini mulai sadar akan risiko bahaya BPA pada galon berbahan polikarbonat, sudah saatnya untuk mencoba galon BPA free atau sekali pakai.
"Kalau kita biasa pakai yang ulang-ulang, mengapa tidak migrasi ke yang sekali pakai? Untuk keselamatan kita ya. Nanti sampahnya gimana? Sudah ada offtaker yang ngambil di situ," kata prof Chalid.
Prof Chalid juga telah melakukan penelitian terkait sampah galon sekali pakai bersama kelompok akademisi Universitas Indonesia (UI). Mereka telah melakukan audit di Sungai Ciliwung dari wilayah Bogor hingga Jakarta.
Hasilnya, mereka tidak menemukan adanya sampah plastik PET (Polietilena tereftalat) yang berbasis galon di tempat tersebut.
Hal ini karena produsen sudah lebih baik dalam membentuk ekonomi sirkular. Prosedur tersebut dilakukan untuk melakukan antisipasi penumpukan sampah yang selama ini dikhawatirkan.
Simak Video "Fakta Mengejutkan! Investigasi KKI Menemukan Bahaya Ganula Tua!"
(up/up)