Kesehatan Mental Guru di Korsel Jadi Sorotan Pasca Insiden Pembunuhan Siswa SD

Kesehatan Mental Guru di Korsel Jadi Sorotan Pasca Insiden Pembunuhan Siswa SD

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Jumat, 14 Feb 2025 16:00 WIB
Kesehatan Mental Guru di Korsel Jadi Sorotan Pasca Insiden Pembunuhan Siswa SD
Foto ilustrasi: Getty Images/GlobalStock
Jakarta -

Masyarakat Korea Selatan digemparkan oleh kasus kematian tragis seorang anak berusia 7 tahun. Gadis kecil bernama Kim Ha-neul itu ditikam oleh seorang guru di sekolah dasar di Daejeon, Korea Selatan.

Kejadian ini menyoroti kurangnya manajemen kesehatan mental yang sistematis dan perlindungan hukum bagi para pendidik di Korea Selatan.

Laporan mengungkapkan bahwa guru tersebut telah menunjukkan gejala depresi dan perilaku agresif terhadap guru lainnya sebelum insiden terjadi. Hal ini memicu spekulasi bahwa masalah kesehatan mentalnya mungkin berkontribusi terhadap serangan tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, para ahli memperingatkan agar tidak terburu-buru mengaitkan depresi sebagai motif utama tragedi tersebut. Sebab, hal itu dapat memicu stigmatisasi orang-orang dengan masalah mental bisa menjadi penjahat juga.

Menurut beberapa sumber di dalam sektor pendidikan, tidak ada ketentuan atau tindakan hukum yang menangani soal kesehatan mental para guru. Bahkan, tanda-tanda peringatan bisa saja sudah muncul selama proses perekrutan atau masa jabatannya.

ADVERTISEMENT

Dikutip dari Korea Times, guru yang menikam siswa kelas satu di Daejeon itu sempat mengambil cuti enam bulan pada bulan Desember 2024 karena depresi. Namun, guru tersebut tiba-tiba kembali bekerja setelah hanya 20 hari setelah mengajukan diagnosis rumah sakit.

Berdasarkan peraturan yang mengatur cuti dan pemulihan guru, serta peraturan pegawai negeri sipil nasional, seorang guru yang sedang cuti sakit dapat kembali bekerja hanya dengan menyerahkan surat keterangan dokter, tanpa pemeriksaan lebih lanjut.

Setelah itu, dilaporkan guru tersebut menunjukkan perilaku kasar pada seorang rekannya. Selain itu, sehari sebelum insiden, ia juga merusak komputer sekolah dan mengeluh tentang lambatnya akses ke portal kantor pendidikan.

Pihak sekolah juga telah melaporkan kejadian tersebut ke Kantor Pendidikan Kota Metropolitan Daejeon. Seorang inspektur datang ke sekolah dan hanya merekomendasikan tindakan pemisahan.

Namun, tindakan atau penyelidikan langsung tidak dilakukan dengan maksimal karena adanya penolakan dari guru dan sekolah. Sampai akhirnya, tragedi itu terjadi.

Seorang profesor psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas Kyung Hee, Paik Jong-woo, mengungkapkan kekecewaannya atas kurangnya tindakan yang diambil. Terlebih sudah ada laporan dan penyelidikan yang dilakukan terhadap perilaku kekerasan guru tersebut.

"Saya yakin ada rasa penyesalan yang besar atas apakah hasilnya bisa berbeda atau tragedi itu dapat dicegah, jika seorang psikiater yang berkualifikasi telah dilibatkan dan penilaian kesehatan mental yang tepat telah dilakukan," katanya.




(sao/kna)

Berita Terkait