CISDI Usul Label Peringatan di Pangan Tinggi GGL, Lebih Efektif dari 'Nutrigrade'

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Kamis, 15 Mei 2025 07:33 WIB
Foto ilustrasi: Getty Images/knape
Jakarta -

Logo 'Lebih Sehat' yang tercantum dalam kemasan pangan olahan selama ini ditujukan sebagai pilihan pangan dengan kadar gula, garam, dan lemak, (GGL) lebih rendah dibandingkan pangan sejenis yang dijual di pasaran. Meski begitu, Nida Adzilah Auliani Project Lead for Food Policy Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) memberikan catatan label tersebut malah kerap memicu kebingungan di kalangan konsumen.

Ia mencontohkan, batas maksimum kandungan gula yang diperbolehkan pada minuman kemasan adalah 6 gram per 100 ml. Namun, realitanya, masih banyak minuman misalnya jenis susu cokelat kemasan dengan ukuran 180 ml, yang mengandung 11 gram gula dalam satu takaran saji, tetapi mendapatkan label 'Lebih Sehat'.

"Kandungan tersebut mencakup lebih dari 20 persen dari batas asupan gula harian menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," jelas Nida dalam diskusi media Rabu (14/5/2025).

Nida juga menyoroti ambang batas zat gizi dalam logo 'Lebih Sehat' terbilang longgar ketimbang model profil gizi. Walhasil, label tersebut tidak cukup untuk membantu masyarakat bijak memilih pangan sehat.

Bisa terlihat dari catatan survei kesehatan indonesia (SKI) terkait obesitas meningkat dua kali lipat dalam 1,5 dekade terakhir, diabetes di RI menempati peringkat kelima di dunia, dan rata-rata konsumsi natrium penduduk Indonesia melebihi batas yang dianjurkan.

"Artinya, masyarakat bisa saja mengira suatu produk itu sehat, padahal sebenarnya mengandung gula tambahan," lanjutnya.

Mengacu pada sejumlah riset termasuk studi The Global Alliance for Improved Nutrition, logo terbaik untuk menggambarkan sehat atau tidaknya suatu produk adalah pemberian label peringatan atau label warning.

Rekomendasi CISDI diberikan dalam sedikitnya tiga bentuk warning yakni tinggi gula, tinggi garam, dan tinggi lemak. Warning semacam ini jelas bisa menggambarkan dampak suatu pangan lebih luas, tanpa perlu sosialisasi pemberian label baru.

Mengingat, tidak semua kelompok masyarakat memahami ambang batas kadar gula garam dan lemak. Contoh sukses penerapan label semacam ini sudah berlaku di Chili, yang sudah berlaku sejak 2016 dalam penetapan undang-undang inovatif terkait pelabelan dan iklan makanan.

Hasilnya dianalisis dari data lebih 2 ribu rumah tangga yang kemudian bijak dalam membeli makanan, terutama produk tidak sehat. Selain Chili, negara-negara yang sudah menerapkan pemberian label peringatan adalah Meksiko, Peru, Argentina, Uruguay, Brasil, Kolombia, hingga Venezuela.

"Dari hasil evaluasi dan studi di negara Amerika Latin, Kenya, dan Afrika Selatan, label terbukti efektif untuk mendorong masyarakat memilih produk lain yang tidak memiliki label peringatan tersebut. Label peringatan juga mudah dipahami, sehingga konsumen bisa langsung membuat keputusan dengan cepat," lanjutnya.

Label peringatan semacam ini dinilai lebih efektif ketimbang 'Nutri-Grade' di Singapura yang memerlukan sosialisasi arti dari setiap level abjad A hingga D. CISDI mengaku sudah mengirimkan usulan tersebut baik dalam bentuk pangan olahan maupun siap saji kepada BPOM RI dan Kemenkes RI sebagai penanggung jawab.

"Hasilnya belum ada, tetapi harapan kami tentu usulan ini akan diakomodir," pungkasnya.



Simak Video "Video: Label Peringatan Dinilai Lebih Efektif Lindungi Konsumen Dibanding Nutrigrade"

(naf/kna)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork