Masalah obesitas sentral pada anak-anak di Tanah Air meningkat setiap tahun. Di tahun 2007 silam, prevalensinya ada di angka 18 persen, namun ini meningkat menjadi 36,8 persen di tahun 2023.
Berdasarkan pemantauan data Riskesdas 2013 hingga Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi overweight atau berat badan berlebih juga obesitas pada anak meningkat cukup signifikan. Catatan overweight dari 10,8 persen menjadi 11,9 persen pada 2023.
Dokter anak dr Piprim B Yanuarso menjelaskan, permasalahan terkait obesitas pada anak ini dipicu oleh beberapa faktor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salah satu faktornya adalah pola makan, selain overnutrition. Nutrisi yang tinggi dengan gula, tepung, itu juga salah satu faktor," kata dr Piprim, ditemui usai menjalani sidang promosi doktoral di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Selasa (20/5/2025).
"Karena anak yang makan manis, minuman manis, makanan yang sifatnya snack-snack, itu akan memicu makan lagi, makan lagi. Itu terbukti pada pasien saya, dia menjadi craving (ingin makan terus)," sambung dokter subspesialis kardiologi anak tersebut.
Dokter yang juga menjabat ketua umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tersebut melanjutkan, alih-alih memberikan makanan atau minuman manis, beberapa makanan seperti protein hewani dapat membuat anak-anak menjadi cepat kenyang.
"Pagi-pagi sarapannya omelete, tapi telornya banyak nih, empat atau lima dan gak pakai karbohidrat dulu," katanya.
Obesitas sentral, lanjut dr Piprim, merupakan kondisi yang wajib diberikan perhatian khusus. Pasalnya, jika dibiarkan, kondisi ini bisa memicu berbagai penyakit kronis.
"Jangka pendeknya anaknya uring-uringan, sering ngamuk, gangguan emosi," kata dr Piprim.
"Jangka panjangnya obesitas sentral, bisa diabetes, hipertensi pada anak, bisa sindrom metabolik yang lain. Itu gilirannya bisa kena stroke di usia muda, serangan jantung, sekarang kan banyak remaja hipertensi," tutupnya.
(dpy/kna)











































