Angka stunting di Indonesia turun dari dari 21,5 persen di tahun 2023, menjadi 19,8 persen pada tahun ini. Meski demikian, kewaspadaan terhadap penyakit tidak menular tetap jadi sorotan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, menyebut bayi masih memiliki risiko beberapa penyakit tertentu. Karenanya, kelompok bayi baru lahir masuk dalam skema skrining cek kesehatan gratis (CKG).
"Misalnya penyakit jantung bawaan, kemudian sindrom hipotiroid kogenital. Itu kalau anak hipotiroid selain pertumbuhannya terganggu, IQ-nya tidak bisa berkembang," kata dr Nadia saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).
"Padahal kita tahu jika anak itu mengidap hipotiroid dari awal, itu bisa diobati, sehingga IQ-nya tetap normal, pertumbuhannya tetap normal. Lalu kelainan G6PD (glukosa-6-fosfat dehidrogenase), thalasemia, dan diabetes melitus," sambungnya.
Menurut dr Nadia, kualitas hidup dari bayi-bayi ini harus benar-benar dijaga dengan baik. Pasalnya, mereka adalah sosok yang nantinya mengantar menuju Indonesia Emas 2045.
"Penyakit yang ditakutkan (di 2045), satu penyakit tidak menular yang kita lihat trennya meningkat. Seperti hipertensi, diabetes melitus itu angkanya 30 persen," kata Siti Nadia.
"Orang tua jangan lengah. Kalau dulu kan ngomongnya penanganan stunting, sekarang pak Menteri membuat kebijakan bahwa ini bukan di penanganan, tapi pencegahan," lanjutnya.
Tantangan Kemenkes RI terkait menekan angka stunting masih sangat besar. Pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun jadi 18,8 persen pada 2025 dan 14,2 persen di 2029, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
NEXT: Stunting di Indonesia turun
(dpy/up)