Pendaki asal Brasil, Juliana Marins meninggal dunia setelah terjatuh di jurang Gunung Rinjani. Hasil autopsi kedua oleh tim forensik Brasil menyatakan Juliana Marins meninggal akibat beberapa trauma karena terjatuh dari ketinggian.
Menurut Reginaldo Franklin, seorang dokter forensik di Kepolisian Sipil Rio de Jeneiro Brasil, Juliana meninggal 32 jam setelah terjatuh pertama kali. Perkiraan waktunya adalah tengah hari tanggal 22 Juni.
"Larva ditemukan di kulit kepala dan dada Juliana. Kami berkonsultasi dengan dokter forensik yang menjadi rujukan dalam studi kasus ini dan, berdasarkan biologi serangga dan waktu yang dibutuhkan serangga tersebut untuk mencapai ukuran tersebut, kami menghitung waktu secara retroaktif," kata Franklin dikutip dari O Globo, Sabtu (12/7/2025).
"Beginilah cara kami memperkirakan waktu kematian, yang kemungkinan terjadi tengah hari tanggal 22 Juni, waktu Indonesia. Setelah terjatuh terakhir yang lebih kuat, ia meninggal dalam waktu 15 menit," kata dokter forensik tersebut.
Atas permintaan keluarga Juliana, jenazahnya menjalani autopsi ulang di Institut Medis Forensik Rio de Janeiro. Menurut para ahli forensik Brasil, mustahil untuk menentukan tanggal kematian secara akurat karena kondisi jenazah saat tiba di Brasil.
Meskipun demikian, para ahli mengonfirmasi penyebab kematian: perdarahan internal yang disebabkan oleh cedera multiorgan akibat beberapa trauma, sesuai dengan benturan berenergi kinetik tinggi, yang umum terjadi pada jatuh dari ketinggian.
Foto rontgen yang diambil di Brasil menunjukkan fraktur pada tulang rusuk, tulang paha, dan panggul, yang menyebabkan pendarahan hebat. Pukulan lateral mengenai organ dalam, menyebabkan memar ginjal dan laserasi hati, yang menyebabkan kerusakan struktural pada visera dan perdarahan internal.
(kna/kna)