Golongan darah kerap dikaitkan dengan kondisi kesehatan seseorang. Tetapi, orang Jepang mengenal konsep kepribadian seseorang yang dilihat dari golongan darah yang disebut sebagai 'Ketsueki-gata'.
Menurut orang Jepang, golongan darah dianggap memiliki pengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan, mulai dari karier, hubungan sosial, hingga urusan percintaan.
Ketsueki-gata dianggap sebagai pseudosains, yakni pemikiran yang tampaknya didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah, tetapi sebenarnya tidak berakar pada fakta. Meski tidak ada bukti nyata adanya kaitan golongan darah dengan kepribadian, kepercayaan ini tersebar luas di Jepang dan negara-negara Asia lainnya.
Sejarah Ketsueki-gata
Pada tahun 1930, Profesor Tokeji Furukawa mempublikasikan laporan Journal of Social Psychology yang berjudul 'A Study of Temperament and Blood Groups'. Di dalamnya, ia berpendapat bahwa membangun hubungan antara kepribadian dan golongan darah bisa menjadi dasar yang berguna untuk studi tentang temperamen.
Dikutip dari Very Well Mind, Profesor Furukawa membandingkan upaya ini dengan klasifikasi temperamen oleh dokter Yunani kuno Hippocrates, yaitu: optimis, apatis, mudah tersinggung, dan melankolis.
Menurutnya, golongan darah A, B, O, dan AB masing-masing memiliki pengaruh unik terhadap kepribadian. Secara medis, golongan darah berbeda satu sama lain karena antigennya, yaitu molekul pada permukaan sel darah merah yang memicu sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi.
Dalam penelitiannya, Profesor Furukawa menyertakan grafik rinci untuk menyatakan bahwa golongan darah berhubungan dengan temperamen. Tetapi, studinya ini dikritik karena terlalu mengandalkan kuesioner dan tidak memberikan bukti empiris.
Penelitian lain mulai menentang klaim Profesor Furukawa tentang kepribadian golongan darah hanya enam tahun setelah ia mempublikasikan laporannya. Meski begitu, konsep ketsueki-gata tidak pernah hilang seiring dengan banyaknya buku tentang tipe kepribadian darah, yang beredar di pasaran pada tahun 1970-an.
Studi tentang ketsueki-gata terus berlanjut hingga abad ke-21 di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan Taiwan.
(sao/kna)