Prevalensi kasus stunting di Kota Semarang terus menurun signifikan. Menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) per 2024 prevalensinya sudah berada di bawah 20 persen.
Bahkan, mengacu catatan Dinas Kesehatan Kota Semarang 2024, tersisa 1 persen balita yang mengalami stunting dari hasil survei operasi timbang rentang Februari dan Agustus 2024 di 81.739 balita.
Salah satu 'resep' keberhasilan stunting di Semarang adalah penyediaan day care. Day Care Rumah Pelita di Semarang menjadi tempat asuh anak-anak yang mengalami masalah tumbuh kembang. Tidak hanya berkaitan dengan tinggi badan, tetapi perkembangan kognitif mereka.
Menurut Subkoordinator Perencanaan Sosial Bappeda Kota Semarang, Johanes Adhi Nugroho, day care diberikan sebagaik layanan holistik bagi anak-anak stunting dari orangtua yang bekerja. Di tempat ini, balita tidak hanya dititipkan saat orang tuanya bekerja, tetapi juga mendapatkan pemantauan dan intervensi secara menyeluruh.
"Anak-anak yang dititipkan di day care mendapatkan pemenuhan kebutuhan gizi, pemantauan tumbuh kembang secara berkala, serta edukasi kesehatan. Bahkan, mereka tidur siang di ruang ber-AC yang nyaman. Artinya, dari pagi hingga sore, semua kebutuhan kesehatannya dipenuhi," jelas Johanes saat ditemui di Kota Semarang, Jumat (25/7/2025).
Hingga pertengahan 2025, Kota Semarang telah memiliki 11 day care yang tersebar di seluruh kecamatan. Dari jumlah tersebut, 10 day care didanai melalui APBD, sementara satu lainnya di wilayah Kelurahan Bandara Jawa, Semarang Utara, dibangun melalui program Tanoto Foundation. Khusus untuk day care yang didukung Tanoto Foundation, juga tersedia 'Rumah SIGAP' sebagai pusat stimulasi dan pengasuhan anak usia 0 hingga 3 tahun.
Setiap day care bisa menampung 12 sampai 20 anak, dengan rasio pengasuhan sekitar 1 pengasuh untuk setiap tiga hingga empat anak. Tenaga pengelola terdiri dari nutrisionis, tenaga kesehatan, hingga psikolog.
"Layanan di day care ini progresif. Anak bisa keluar dari day care ketika status stunting-nya sudah tidak lagi ditemukan, terutama jika tinggi badannya sudah sesuai standar organisasi kesehatan dunia WHO. Namun, bila di kemudian hari hasil evaluasi menunjukkan ia kembali masuk kategori stunting, maka anak tersebut bisa kembali ditangani," tambah Johanes.
Anak-anak yang masuk ke day care sebelumnya terdeteksi mengalami stunting melalui Posyandu atau fasilitas layanan kesehatan lain. Selain memberikan intervensi pada anak, day care juga menjadi sarana edukasi bagi orang tua agar mampu mempertahankan status gizi anak usai keluar dari program.
"Edukasi tidak hanya untuk anak, tapi juga keluarga. Kami tidak ingin anak kembali stunting setelah keluar dari day care. Jadi ada materi pengasuhan dan gizi keluarga yang disampaikan," ujar Johanes.
(naf/kna)