National Health Service (NHS) Britania Raya melaporkan peningkatan jumlah pasien yang membutuhkan pertolongan medis akibat prosedur kosmetik tak berizin. NHS menemukan semakin banyak pria pergi ke klinik kecil tak resmi di Glasgow untuk mengobati disfungsi ereksi atau memperbesar penis.
Prosedur dilakukan dengan menyuntikkan botox atau filler ke area intim. Sejumlah pasien akhirnya mencari pertolongan darurat karena berbagai mengalami komplikasi. Dalam salah salah satu kasus, penis seorang pasien yang tidak disebutkan namanya terpaksa harus diamputasi karena prosedur yang gagal.
"Seorang pasien datang ke unit gawat darurat (UGD), setelah menyuntikkan zat seperti produk pelembab atau gel ke penisnya. Efek sampingnya begitu parah sampai ia harus menjalani amputasi penis," ucap pihak NHS dikutip dari Mirror, Kamis (31/7/2025).
"Kami juga menangani pasien berusia 30-an yang menyuntikkan botox ke penisnya. Ia mengalami reaksi yang sangat parah. Jumlah pasien pria yang datang dengan masalah serupa akibat prosedur estetika gagal semakin meningkat," sambungnya.
Secara umum, botox memang dapat diresepkan untuk mengobati disfungsi ereksi dengan cara melemaskan otot dan meningkatkan aliran darah. Namun, di tangan yang salah, prosedur ini bisa menjadi malapetaka.
Disebutkan pasien bisa mendapatkan pelayanan pembesaran penis tak berizin mulai dari 950 pounds (Rp 20 juta).
"Saya ngeri mendengar apa yang terjadi pada pasien pria yang pergi ke 'klinik pop-up', tetapi saya tidak terkejut. Sangat sedikit dokter spesialis yang bisa melakukan prosedur suntik kosmetik pada alat kelamin pria," kata ahli Stockbridge Clinic di Edinburgh, Dr Ben Taylor-Davies.
"Itu bukan prosedur yang akan saya rekomendasikan kepada pasien, bahkan jika dilakukan oleh spesialis, apalagi di klinik belakang yang tidak resmi. Penyuntikan di area ini berisiko tinggi menyebabkan infeksi dan bisa berujung pada kematian," sambungnya.
(avk/kna)