Viral konten Rp 10 ribu di tangan istri yang tepat belakangan menuai pro kontra. Ada yang menyebut Rp 10 ribu cukup untuk makan seharian, adapula yang menyoroti sisi gelapnya.
Bagi mereka yang menyanggupi, Rp 10 ribu disebut cukup untuk membeli tempe dan kangkung untuk santapan seharian. Sementara yang lain mengaku Rp 10 ribu tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumsi satu hari, terlebih belum memperhitungkan listrik, gas, hingga bahan masakan lain.
Harga pangan di sejumlah daerah juga dinilai relatif berbeda. Walhasil, konten tersebut juga mengundang komentar tidak tepat menilai istri dari alokasi pembelanjaan makanan dengan batas Rp 10 ribu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nida Adzilah Auliani Project Lead for Food Policy Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) ikut berkomentar. Secara umum, ada dua faktor di balik keputusan seseorang membelanjakan uang untuk pemilihan pangan sehari-hari.
Secara eksternal, masalahnya ada di keterjangkauan pangan, marketing produk, dan sisi politik kenaikan harga, sementara pada aspek internal faktornya banyak berkaitan dengan rasa atau 'taste' kesukaan orang terhadap suatu pangan hingga kemampuan atau daya beli masing-masing.
"Kalau misalnya terkait bagaimana caranya memastikan membelanjakan dengan tepat, balik lagi ke tujuan konsumsi pangan adalah sumber energi, untuk mendapatkan apa yang dikonsumsi baik untuk kesehatan," jelasnya saat ditemui detikcom di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).
Fokus utamanya, ditegaskan Nida, bukan berada di harga Rp 10 ribu, melainkan memastikan gizi terpenuhi. Hal ini dibarengi kenyataan Indonesia yang menghadapi triple burden malnutrition, yakni overweight, underweight, juga hidden hunger.
Dalam kasus hidden hunger atau kelaparan tersembunyi, seseorang tidak mendapat asupan vitamin dan mineral esensial yang sesuai dengan kebutuhan, tetapi tidak menunjukkan gejala yang jelas.
"Bisa jadi dia sudah merasa kenyang karena mengonsumsi banyak karbohidrat, tetapi tidak mendapatkan asupan vitamin dan mineral yang sesuai," tandas Nida.
Penelitian dari Lancet Reg Health Southeast Asia (2022) menunjukkan, sebagian besar kasus hidden hunger terkait dengan kekurangan zat besi, vitamin A, atau yodium pada anak. Bahkan, mengacu data Food and Agriculture Organization (FAO), dua miliar orang atau sekitar satu dari tiga orang mengalami defisiensi mikronutrien.
"Ketika pun mengelola itu, perlu kecerdasan untuk dapat memilih, atau bijaksana dalam memilih pangan, jadi harga itu bukan indikator utama," jelasnya.
"Tapi bagaimana dengan kita memastikan satuan protein, karbohidrat, dan asupan lain terpenuhi, disesuaikan dengan mungkin kemampuan atau daya beli," sambungnya.
Ia juga menekankan harga pangan di masing-masing daerah relatif berbeda, sehingga tidak tepat Rp 10 ribu bisa dipukul rata untuk cukup sebagai maksimal jumlah uang belanja makanan.











































